Jumat, 01 November 2013

debat capres, evaluasi debat capres


DEBAT
Evaluasi Debat Capres

Oleh: Dudi Akasyah, MSi.

Memasuki masa-masa penting transisi pemerintahan, bangsa Indonesia sekarang sedang menjalani proses pemilihan Kepala Negara. Debat Capres merupakan tahapan Pilpres yang pertama kali dan benar-benar baru jika dibandingkan dengan usia pemerintahan Republik Indonesia yang sudah memasuki usia 67 tahun. Rakyat mempunyai hak penuh untuk melihat para calon pemimpinnya, sebelum menjatuhkan pilihan kepada siapa amanah akan diserahkan.
Untuk para calon presiden, pemilihan sekarang merupakan babak baru dimana mereka harus mengikuti serangkaian ujian-ujian formal yang menyuguhkan atmosfer sangat berbeda dan penuh tantangan. Peranan KPU terus menanjak. KPU memegang peranan sentral sebagai penyelenggara pemilihan Kepala Negara. Salah satu uji formal yang tak bisa dielakkan sekaligus menantang nyali adalah Debat Presiden.
Harus diakui bahwa sebelum periode pemilihan sekarang, para calon presiden atau kandidat presiden sepertinya sakral sehingga tabu untuk diuji oleh siapa pun. Tidak boleh ada yang lebih tinggi dari mereka. Kritik boleh di belakang asal jangan di depan; itulah sepenggal ungkapan yang menggambarkansituasi sakral ketika seseorang berbicara di depan presiden atau calon presiden. Kini situasinya sudah berubah. Perlahan namun pasti, desakralisasi terjadi dengan demokratisasi yang mengedepankan rasionalitas, argumentasi, dan keterbukaan diri terhadap rakyat, termasuk mengikuti kewajiban yang digariskan KPU yaitu “Debat Presiden.”
Kecanggungan, tidak hanya dialamatkan kepada para kandidat presiden, melainkan terjadi pula kepada moderator dan KPU sebagai penyelenggara Pilpres.
Calon Presiden
Pertama kali Capres mengikuti Debat Presiden, mereka terlihat canggung dan tak terbiasa, padahal latar belakang jabatan para kandidat sudah tidak diragukan lagi kapasitasnya.
Sesuai dengan namanya “Debat Capres” maka komunikasi dua arah menjadi suatu kewajiban. Namun hal tersebut belum terjadi dalam acara Debat Capres beberapa waktu yang lalu. Masing-masing Capres berbicara satu arah. Mereka memaparkan gagasan tanpa ada tanya jawab apalagi adu argumentasi.
Apa yang disampaikan oleh masing-masing kandidat isinya hampir sama, yaitu melaporkan prestasi yang sudah diraih saat mereka menjabat. Ungkapan: “keberhasilan saya yang sudah dicapai adalah ini dan itu.” Padahal untuk prestasi biarlah rakyat sendiri yang mengucapkannya, para kandidat presiden perlu menitikberatkan kepada rumusan program yang akan dicapai jika nanti terpilih.
Kebiasaan latah memaparkan keberhasilan yang telah diperoleh, biasanya hanya untuk “memuji diri sendiri.” Akibatnya kepentingan audiens tidak tersentuh. Situasi tersebut biasanya berlangsung monoton dan menimbulkan rasa kantuk.
Pelajaran untuk para Capres yang akan datang adalah mempersiapkan diri sebaik mungkin saat menghadapi Debat Capres. Melalui positif thinking, Debat Capres merupakan salah satu media yang dapat mengantarkan para Capres untuk lebih menikmati, rileks, terbuka, melayani, dan kemampuan menyampaikan ide dan gagasan di depan calon rakyatnya.
Moderator
Ibarat masakan yang bahan-bahannya mahal, maka sang koki mempunyai wewenang yang luas untuk mengolahnya menjadi masakan yang lezat. Inilah perumpamaan seorang moderator ketika ia memandu jalannya Debat Capres. Mereka yang mengikuti Debat Presiden adalah yang secara individual mempunyai kualitas yang istimewa. Tugas moderator adalah bagaimana kehadiran mereka dapat digunakan untuk menggali ide brilian yang selama ini diimpikan olah penghuni negeri ini.
Debat Presiden yang telah dilangsungkan beberapa waktu yang lalu menunjukan bahwa kecanggungan terjadi juga kepada moderator. Apakah karena disebabkan oleh rasa menghormati, tidak tega, atau demam panggung, yang pasti secara mental masih kurang memadai untuk memimpin jalannya Debat Capres. Ittikad baik dari moderator sebenarnya sudah cukup untuk menghidupkan suasana dialogis antar calon presiden. Prinsip bahwa semua warga negara mempunyai hak yang sama, hak untuk bertanya, dan hak untuk mengetahui banyak hal tentang calon pemimpinnya adalah merupakan pijakan dari ittikad baik tersebut.
Mungkin, ada kesan bahwa moderator dipandang imperior dan capres sebagai superior, padahal dalam suatu acara diskusi atau debat publik moderator mempunyai wewenang yang lebih tinggi. Mungkin moderator memandang bahwa yang ia tanya adalah orang yang memiliki nama besar serta basis kekuatan massa, sehingga pengaruh primordialisme sangat ketara.
Seorang moderator yang profesional, ia tidak akan terpengaruh olah kondisi subyektif peserta debat.Ia akan mampu menciptakan suasan debat secara meriah, tanpa melupakan nilai-nilai kepatutan. Seorang moderator akan mampu mewakili suara rakyat yang sebenarnya ingin bertanya, ingin membantah, ingin tahu, mengeluarkan rasa penasaran, dan mengeluarkan unek-unek yang selama ini dipendam terhadap calon pemimpin. Rakyat juga ingin tahu, kebijakan kandidat mana yang lebih unggul dimana hanya bisa diperoleh melalui berdebat, beradu argumentasi, uji pengendalian diri, serta sistematika pemikiran para capres.
Moderator yang piawai akan menikmati jalannya debat capres. Demikian juga audiens akan memperoleh banyak hal yang sangat mereka butuhkan berkaitan dengan calon pemimpin. Demikian juga , para capres ikut puas sebab ide-ide mereka  ada yang menjembatani sehingga sampai kepada seluruh  lapisan masyarakat.
Kreatifitas aturan menjadi mandul jika moderator tidak cerdas dalam mengemas dan mencairkan suasana yang mengakibatkan tersendatnya ide substantive dari para Capres. Sebaliknya, moderator yang bagus juga tidak akan berkembang apabila terbatasi oleh aturan kaku yang dibuat KPU. Oleh karena itu, debat capres membutuhkan hubungan sinergis antara moderator yang professional serta aturan pendukung dari KPU.
KPU
Inilah saatnya KPU mengemas Debat sebagai program unggulan KPU. Jangan hanya karena permasalahan carut marut DPT perhatian terhadap Debat Capres menjadi mundur. Untuk ke depannya, KPU perlu mempersiapkan secara cerdas dan kreatif mengemas tahapan yang satu ini. KPU mempunyai wewenanga yang tinggi untuk mendesain suasana debat sehingga gaungnya memuaskan rakyat Indonesia terhadap kandidat pemimpinnya.
Tingkat partisipasi yang tinggi dari para capres membuktikan bahwa iklim politik menuju kea rah yang lebih ideal dimana semua peserta tunduk dan respek terhadap regulasi yang ditetapkan KPU. Sekarang tinggal bagaimana KPU mengemas acara-acara debat Capres secara maksimal, lebih dari sekedar menggugurkan kewajiban, melainkan lebih berorientasi kepada upaya-upaya lebih mendekatkan ikatan acara calon pemimpin dengan seluruh rakyat Indonesia.
Penutup
Bisa karena terbiasa, itulah peribahasa yang menggambarkan kondisi dimana seseorang pertama-kali mengenal tentang sesuatu kemudian ia mengalami kesulitan dan kesalahan. Namun ia terus belajar sampai akhirnya menjadi bias. Terlepas dari berbagai kekurangan, yang pasti untuk perkembangan demokratisasi di negeri ini secara keseluruhan menunjukan prestasi yang menggembirakan dibandingkan pemilu sebelumnya. Debat Presiden adalah terobosan, ikhtiar, dan perdana sehingga wajar jika masih banyak yang perlu dibenahi. Ada tiga pihak yang perlu mengoptimalkan jalannya Debat Capres yaitu Capres, Moderator, dan KPU. Semoga Debat Capres berikutnya semakin mengasyikan dan memuaskan Rakyat Indonesia.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar