DEBAT
Evaluasi
Debat Capres
Oleh: Dudi
Akasyah, MSi.
Memasuki
masa-masa penting transisi pemerintahan, bangsa Indonesia sekarang sedang
menjalani proses pemilihan Kepala Negara. Debat Capres merupakan tahapan
Pilpres yang pertama kali dan benar-benar baru jika dibandingkan dengan usia
pemerintahan Republik Indonesia yang sudah memasuki usia 67 tahun. Rakyat
mempunyai hak penuh untuk melihat para calon pemimpinnya, sebelum menjatuhkan
pilihan kepada siapa amanah akan diserahkan.
Untuk
para calon presiden, pemilihan sekarang merupakan babak baru dimana mereka
harus mengikuti serangkaian ujian-ujian formal yang menyuguhkan atmosfer sangat
berbeda dan penuh tantangan. Peranan KPU terus menanjak. KPU memegang peranan
sentral sebagai penyelenggara pemilihan Kepala Negara. Salah satu uji formal
yang tak bisa dielakkan sekaligus menantang nyali adalah Debat Presiden.
Harus
diakui bahwa sebelum periode pemilihan sekarang, para calon presiden atau
kandidat presiden sepertinya sakral sehingga tabu untuk diuji oleh siapa pun.
Tidak boleh ada yang lebih tinggi dari mereka. Kritik boleh di belakang asal
jangan di depan; itulah sepenggal ungkapan yang menggambarkansituasi sakral
ketika seseorang berbicara di depan presiden atau calon presiden. Kini
situasinya sudah berubah. Perlahan namun pasti, desakralisasi terjadi dengan
demokratisasi yang mengedepankan rasionalitas, argumentasi, dan keterbukaan
diri terhadap rakyat, termasuk mengikuti kewajiban yang digariskan KPU yaitu
“Debat Presiden.”
Kecanggungan,
tidak hanya dialamatkan kepada para kandidat presiden, melainkan terjadi pula
kepada moderator dan KPU sebagai penyelenggara Pilpres.
Calon Presiden
Pertama
kali Capres mengikuti Debat Presiden, mereka terlihat canggung dan tak
terbiasa, padahal latar belakang jabatan para kandidat sudah tidak diragukan
lagi kapasitasnya.
Sesuai
dengan namanya “Debat Capres” maka komunikasi dua arah menjadi suatu kewajiban.
Namun hal tersebut belum terjadi dalam acara Debat Capres beberapa waktu yang
lalu. Masing-masing Capres berbicara satu arah. Mereka memaparkan gagasan tanpa
ada tanya jawab apalagi adu argumentasi.
Apa
yang disampaikan oleh masing-masing kandidat isinya hampir sama, yaitu
melaporkan prestasi yang sudah diraih saat mereka menjabat. Ungkapan:
“keberhasilan saya yang sudah dicapai adalah ini dan itu.” Padahal
untuk prestasi biarlah rakyat sendiri yang mengucapkannya, para kandidat
presiden perlu menitikberatkan kepada rumusan program yang akan dicapai jika
nanti terpilih.
Kebiasaan
latah memaparkan keberhasilan yang telah diperoleh, biasanya hanya untuk
“memuji diri sendiri.” Akibatnya kepentingan audiens tidak tersentuh. Situasi
tersebut biasanya berlangsung monoton dan menimbulkan rasa kantuk.
Pelajaran
untuk para Capres yang akan datang adalah mempersiapkan diri sebaik mungkin
saat menghadapi Debat Capres. Melalui positif
thinking, Debat Capres merupakan salah satu media yang dapat mengantarkan
para Capres untuk lebih menikmati, rileks, terbuka, melayani, dan kemampuan
menyampaikan ide dan gagasan di depan calon rakyatnya.
Moderator
Ibarat
masakan yang bahan-bahannya mahal, maka sang koki mempunyai wewenang yang luas
untuk mengolahnya menjadi masakan yang lezat. Inilah perumpamaan seorang
moderator ketika ia memandu jalannya Debat Capres. Mereka yang mengikuti Debat
Presiden adalah yang secara individual mempunyai kualitas yang istimewa. Tugas
moderator adalah bagaimana kehadiran mereka dapat digunakan untuk menggali ide
brilian yang selama ini diimpikan olah penghuni negeri ini.
Debat
Presiden yang telah dilangsungkan beberapa waktu yang lalu menunjukan bahwa
kecanggungan terjadi juga kepada moderator. Apakah karena disebabkan oleh rasa
menghormati, tidak tega, atau demam panggung, yang pasti secara mental masih
kurang memadai untuk memimpin jalannya Debat Capres. Ittikad baik dari
moderator sebenarnya sudah cukup untuk menghidupkan suasana dialogis antar
calon presiden. Prinsip bahwa semua warga negara mempunyai hak yang sama, hak
untuk bertanya, dan hak untuk mengetahui banyak hal tentang calon pemimpinnya
adalah merupakan pijakan dari ittikad baik tersebut.
Mungkin,
ada kesan bahwa moderator dipandang imperior dan capres sebagai superior,
padahal dalam suatu acara diskusi atau debat publik moderator mempunyai
wewenang yang lebih tinggi. Mungkin moderator memandang bahwa yang ia tanya
adalah orang yang memiliki nama besar serta basis kekuatan massa, sehingga
pengaruh primordialisme sangat ketara.
Seorang
moderator yang profesional, ia tidak akan terpengaruh olah kondisi subyektif
peserta debat.Ia akan mampu menciptakan suasan debat secara meriah, tanpa
melupakan nilai-nilai kepatutan. Seorang moderator akan mampu mewakili suara
rakyat yang sebenarnya ingin bertanya, ingin membantah, ingin tahu,
mengeluarkan rasa penasaran, dan mengeluarkan unek-unek yang selama ini
dipendam terhadap calon pemimpin. Rakyat juga ingin tahu, kebijakan kandidat
mana yang lebih unggul dimana hanya bisa diperoleh melalui berdebat, beradu
argumentasi, uji pengendalian diri, serta sistematika pemikiran para capres.
Moderator
yang piawai akan menikmati jalannya debat capres. Demikian juga audiens akan
memperoleh banyak hal yang sangat mereka butuhkan berkaitan dengan calon
pemimpin. Demikian juga , para capres ikut puas sebab ide-ide mereka ada yang menjembatani sehingga sampai kepada
seluruh lapisan masyarakat.
Kreatifitas
aturan menjadi mandul jika moderator tidak cerdas dalam mengemas dan mencairkan
suasana yang mengakibatkan tersendatnya ide substantive dari para Capres.
Sebaliknya, moderator yang bagus juga tidak akan berkembang apabila terbatasi
oleh aturan kaku yang dibuat KPU. Oleh karena itu, debat capres membutuhkan
hubungan sinergis antara moderator yang professional serta aturan pendukung
dari KPU.
KPU
Inilah
saatnya KPU mengemas Debat sebagai program unggulan KPU. Jangan hanya karena
permasalahan carut marut DPT perhatian terhadap Debat Capres menjadi mundur.
Untuk ke depannya, KPU perlu mempersiapkan secara cerdas dan kreatif mengemas
tahapan yang satu ini. KPU mempunyai wewenanga yang tinggi untuk mendesain
suasana debat sehingga gaungnya memuaskan rakyat Indonesia terhadap kandidat
pemimpinnya.
Tingkat
partisipasi yang tinggi dari para capres membuktikan bahwa iklim politik menuju
kea rah yang lebih ideal dimana semua peserta tunduk dan respek terhadap
regulasi yang ditetapkan KPU. Sekarang tinggal bagaimana KPU mengemas
acara-acara debat Capres secara maksimal, lebih dari sekedar menggugurkan
kewajiban, melainkan lebih berorientasi kepada upaya-upaya lebih mendekatkan
ikatan acara calon pemimpin dengan seluruh rakyat Indonesia.
Penutup
Bisa karena terbiasa,
itulah peribahasa yang menggambarkan kondisi dimana seseorang pertama-kali
mengenal tentang sesuatu kemudian ia mengalami kesulitan dan kesalahan. Namun
ia terus belajar sampai akhirnya menjadi bias. Terlepas dari berbagai
kekurangan, yang pasti untuk perkembangan demokratisasi di negeri ini secara
keseluruhan menunjukan prestasi yang menggembirakan dibandingkan pemilu
sebelumnya. Debat Presiden adalah terobosan, ikhtiar, dan perdana sehingga
wajar jika masih banyak yang perlu dibenahi. Ada tiga pihak yang perlu mengoptimalkan
jalannya Debat Capres yaitu Capres, Moderator, dan KPU. Semoga Debat Capres
berikutnya semakin mengasyikan dan memuaskan Rakyat Indonesia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar