Round Table
Discussion
PERUMUSAN
KURIKULUM
LONGITUDINAL KEBAHARIAN
Dudi Akasyah, MSi.
Para pembicara yang hadir merupakan narasumber yang kompeten dalam bidang kebaharian, yakni:
- o Laksamana TNI (Purn) Bernard Kent Sondakh
- o Laksamana Muda TNI (Purn) Bambang Murgiyanto, MSc.
- o Dra. Jaleswari Pramodhawardani, MHum (LIPI)
- o Dr I Made Astra (Universitas Negeri Jakarta)
Indonesia merupakan negara yang memiliki garis pantai terluas sedunia, sudah sepantasnya ilmu
kebaharian diperkenalkan kepada generasi muda. Indonesia memiliki pulau lebih
dari 17.000 pulau. Indonesia memiliki luas 9 juta meter persegi yang mana 6
juta m2 merupakan lautan. Sumberdaya laut memiliki potensi 8.000 trilyun rupiah
(5 kali APBN Tahun 2013).
Potensi laut yang luas dapat menjadi
kekuatan positif jika dapat diberdayakan, namun dapat bergejolak jika tidak
mampu diberdayakan, demikian dinyatakan oleh Laksamana
Muda TNI (Purn) Sugiyono, Ketua Umum Pengurus Hang Tuah Pusat.
Yayasan Hangtuah memiliki potensi
besar untuk mempersiapkan anak didik dibekali wawasan kebaharian. Yayasan Hang
Tuah memiliki 123 Sekolah (TK, SD, SMP, dan SLTA), 30.861 murid, 1.623 guru,
dan 461 karyawan. Oleh sebab itu, sangat diperlukan kurikulum kebaharian guna
mendukung pembangunan wawasan kebaharian anak didik khususnya serta generasi
bangsa pada umumnya.
Tujuan
Perumusan Kurikulum Kebaharian
Laksamana Muda TNI (Purn) Bambang Murgiyanto, MSc. menyatakan
bahwa tujuan dari perumusan Kurikulum Kebaharian adalah untuk menanamkan jiwa
bahari yang tinggi. Melalui materi pelajaran kebaharian dapat terjadi perubahan
ke arah yang lebih baik, yang meliputi: Peningkatan
kualitas, Semangat, dan Cara Pandang Tentang Kebaharian.
Laksamana TNI (Purn) Bernard Kent Sondakh menyatakan
mengambil manfaat sebesar-besarnya dari laut untuk kepentingan bangsa. Telah 23
tahun pendidikan kebaharian tidak digemakan lagi, padahal bangsa Indonesia
merupakan bangsa pelaut. Laut itu memiliki sumberdaya ekonomi yang tinggi tanpa
usah dipupuk, cukup hanya dilestarikan.
Kita sering terpaku kepada kejayaan
laut pada masa Sriwijaya, Majapahit, Mataram, atau Laksamana Cheng Ho dan
Columbus. Padahal sebelum itu pelaut nusantara sudah berkeliling dunia. Laut
Indonesia telah masuk sejarah dunia.
Diskursus
Bahari, Kelautan, dan Maritim
Peserta diskusi mengalami kesulitan
di dalam menyatukan kata mana yang akan dipakai menjadi “satu kata baku,”
apakah akan menggunakan bahari, kelautan, atau maritim.
Di dalam Kamus Bahasa Indonesia,
dinyatakan bahwa bahari merupakan istilah kuno/klasik kelautan yang meliputi
tradisi dan dinamika. Adapun laut merupakan kata benda dari kumpulan air laut.
Sedangkan maritim diartikan sebagai aktifitas di laut.
Membangun
Paradigma Kebaharian
Laksamana Muda TNI (Purn) Bambang Murgiyanto, MSc. menyatakan bahwa kejayaan suatu bangsa akan
terjadi apabila menyatu antara individu dengan lingkungannya. Demikian juga
keruntuhan apabila sebaliknya. Jika Indonesia merupakan negara kepulauan maka
bangsanya pun harus memiliki jiwa maritim yang sangat dalam.
Di masyarakat kita masih sering
ditemukan, orang yang menakut-nakuti tentang laut, misalnya: Awas jangan ke
laut sebab ada hantu laut, ada nyi roro kidul, kerja di laut 4 bulan tak
pulang-pulang, dan sebagainya; pandangan tersebut akan menurutkan jiwa bahari.
Kurikulum:
Jalan Yang Panjang
Dr I Made Astra (Universitas Negeri Jakarta) menyatakan bahwa kurikulum berasal dari bahasa
Yunani yang artinya “Jalan yang panjang.” Hal ini berarti menyangkut
kontinyuitas dan berkesinambungan di dalam membekali anak didik dengan ilmu
pengetahuan.
Dalam ilmu pendidikan, dikenal dengan
kognitif (uang yang banyak) dan afektif (proses). Yang salah kaprah adalah
mengumpulkan uang sebanyak-banyaknya tanpa memperdulikan afektif (proses),
adalah sama dengan guru yang menilai murid hanya dari UTS dan UAS saja. Setelah
tamat dari Hang Tuah, mau jadi apa anak didik kita?
RSBI (Rintisan Sekolah Bertaraf
Internasional) dihapuskan sebab bisa mengkotak-kotakkan anak didik. Semua murid
punya hak sama. Prestasi pendidikan dapat diraih dengan on time dan full time.
Mempelajari ilmu kebaharian adalah
bagaimana anak didik mencintai dulu, bukan membenci. Jangan seperti guru yang
memberi PR matematika sebanyak 20 soal, padahal cukup 5 soal saja. Banyak guru
yang menyalahkan murid, padahal murid masih mentah.
Tujuan utama sistem pendidikan
nasional adalah pembangunan karakter anak bangsa. Padahal di Cina dan Korea,
hal itu telah diberlakukan sejak taun 1976.
Penyusunan kurikulum, perlu memenuhi
unsur:
·
Tujuannya
apa?
·
Siswa belajar
dengan cara apa?
·
Guru mengajar
dengan cara apa?
·
Penilaiannya
bagaimana?
Ilmu
Kebaharian
Ilmu kebaharian terdiri dari
kebaharian makro dan kebaharian mikro.
Makro meliputi situasi politik,
ekonomi, sosial, budaya, pertahanan dan keamanan.
Adapun mikro melingkupi individu,
yaitu aspek kognitif (mengenal, mengerti dan mengetahui potensi laut), afektif
(kejiwaan/mencintai laut), motorik (jasmani/menyelam, berenang), lingkungan
(merasa aman dan nyaman).
Perlu mengajak anak didik mengadakan
studi wisata ke pantai, kunjungan ke pulau tak yang belum tersentuh, dan bakti
sosial, seperti membersihkan pantai. Dengan mengenal laut maka kita akan
belajar tentang matematika, biologi, dan sebagainya.
Penyampaian ilmu kebaharian sebaiknya
disampaikan secara fun and learning, penyampaiannya
tidak perlu seperti matematika atau fisika yang membutuhkan waktu berjam-jam
dan berkerut dahi.
Jika kita memiliki cita-cita agar
ilmu kebaharian eksis dan digunakan secara nasional maka kita perlu menunjukkan
dari lingkup kita dulu (Yayasan Hang Tuah), jika efektif, maka tentu pemerintah
dan masyarakat akan memberi perhatian yang lebih instens. Kita berjalan dulu di
Hang Tuah, jika sudah teruji dapat menjadi parameter kurikulum nasional.
Indikator
Keberhasilan Pendidikan yang Diselenggarakan Yayasan Hang Tuah
Pendidikan yang diselenggarakan
Yayasan Hang Tuah dikatakan berhasil apabila:
·
Lulusan
terbaiknya diterima di TNI AL, PNS, dan sebagainya
·
Memberi
sumbangsih pemikiran dan saran
·
Berpartisipasi
dalam meningkatkan keberhasilan kebaharian nasional
Setelah Orde Baru tumbang, kini
banyak perusahaan kelautan dipailitkan, dan perusahaannya bangkrut. Di laut
banyak kesempatan dan banyak peluang, namun di laut juga sulit berkembang jika
tidak diimbangi dengan pengetahuan.
Memperbaiki
Mindset Kebaharian
Peneliti LIPI, Jaleswari Pramodhawardani
menyatakan perlu upaya berkesinambungan untuk memperbaiki mindset bangsa Indonesia agar berwawasan bahari, membutuhkan waktu
panjang 100 tahun atau 1.000 tahun untuk dapat melihat hasilnya.
Indonesia jangan mudah direduksi
menjadi negara agraris. Ada pepatah: Takdir kita hidup di negara kepulauan,
apakah ingin mengkhianati.
Membangun budaya itu membutuhkan
1.000 tahun, pembangunan, termasuk kebijakan pemerintah, kulture kebaharian
sebenarnya sudah ada, namun dipadamkan. Kembali kepada kita, mau tidak
menyuburkannya kembali.