Kamis, 14 November 2013

Ilmu Kebaharian, Seminar untuk Merumuskannya


Round Table Discussion
PERUMUSAN
KURIKULUM LONGITUDINAL KEBAHARIAN

Dudi Akasyah, MSi.

Pada Hari Rabu, 21 Agustus 2013, saya menghadiri rangkaian diskusi (round table discussion) guna merumuskan kurikulum berkesinambungan TK, SD, SMP, dan SLTA (longitu-dinal) yang diselenggarakan Yayasan Hang Tuah Pusat. Dimulai jam 08.30 s.d. 14.30 WIB bertempat di Balai Samudera, Kelapa Gading, Jakarta. 
Para pembicara yang hadir merupakan narasumber yang kompeten dalam bidang kebaharian, yakni:
  1. o   Laksamana TNI (Purn) Bernard Kent Sondakh
  2. o   Laksamana Muda TNI (Purn) Bambang Murgiyanto, MSc.
  3. o   Dra. Jaleswari Pramodhawardani, MHum (LIPI)
  4. o   Dr I Made Astra (Universitas Negeri Jakarta)
Indonesia merupakan negara yang memiliki garis pantai terluas sedunia, sudah sepantasnya ilmu kebaharian diperkenalkan kepada generasi muda. Indonesia memiliki pulau lebih dari 17.000 pulau. Indonesia memiliki luas 9 juta meter persegi yang mana 6 juta m2 merupakan lautan. Sumberdaya laut memiliki potensi 8.000 trilyun rupiah (5 kali APBN Tahun 2013).
Potensi laut yang luas dapat menjadi kekuatan positif jika dapat diberdayakan, namun dapat bergejolak jika tidak mampu diberdayakan, demikian dinyatakan oleh Laksamana Muda TNI (Purn) Sugiyono, Ketua Umum Pengurus Hang Tuah Pusat.
Yayasan Hangtuah memiliki potensi besar untuk mempersiapkan anak didik dibekali wawasan kebaharian. Yayasan Hang Tuah memiliki 123 Sekolah (TK, SD, SMP, dan SLTA), 30.861 murid, 1.623 guru, dan 461 karyawan. Oleh sebab itu, sangat diperlukan kurikulum kebaharian guna mendukung pembangunan wawasan kebaharian anak didik khususnya serta generasi bangsa pada umumnya.
Tujuan Perumusan Kurikulum Kebaharian
Laksamana Muda TNI (Purn) Bambang Murgiyanto, MSc. menyatakan bahwa tujuan dari perumusan Kurikulum Kebaharian adalah untuk menanamkan jiwa bahari yang tinggi. Melalui materi pelajaran kebaharian dapat terjadi perubahan ke arah yang lebih baik, yang meliputi: Peningkatan kualitas, Semangat, dan Cara Pandang Tentang Kebaharian.
Laksamana TNI (Purn) Bernard Kent Sondakh  menyatakan mengambil manfaat sebesar-besarnya dari laut untuk kepentingan bangsa. Telah 23 tahun pendidikan kebaharian tidak digemakan lagi, padahal bangsa Indonesia merupakan bangsa pelaut. Laut itu memiliki sumberdaya ekonomi yang tinggi tanpa usah dipupuk, cukup hanya dilestarikan.
Kita sering terpaku kepada kejayaan laut pada masa Sriwijaya, Majapahit, Mataram, atau Laksamana Cheng Ho dan Columbus. Padahal sebelum itu pelaut nusantara sudah berkeliling dunia. Laut Indonesia telah masuk sejarah dunia.
Diskursus Bahari, Kelautan, dan Maritim
Peserta diskusi mengalami kesulitan di dalam menyatukan kata mana yang akan dipakai menjadi “satu kata baku,” apakah akan menggunakan bahari, kelautan, atau maritim.
Di dalam Kamus Bahasa Indonesia, dinyatakan bahwa bahari merupakan istilah kuno/klasik kelautan yang meliputi tradisi dan dinamika. Adapun laut merupakan kata benda dari kumpulan air laut. Sedangkan maritim diartikan sebagai aktifitas di laut.
Membangun Paradigma Kebaharian
Laksamana Muda TNI (Purn) Bambang Murgiyanto, MSc. menyatakan bahwa kejayaan suatu bangsa akan terjadi apabila menyatu antara individu dengan lingkungannya. Demikian juga keruntuhan apabila sebaliknya. Jika Indonesia merupakan negara kepulauan maka bangsanya pun harus memiliki jiwa maritim yang sangat dalam.
Di masyarakat kita masih sering ditemukan, orang yang menakut-nakuti tentang laut, misalnya: Awas jangan ke laut sebab ada hantu laut, ada nyi roro kidul, kerja di laut 4 bulan tak pulang-pulang, dan sebagainya; pandangan tersebut akan menurutkan jiwa bahari.
Kurikulum: Jalan Yang Panjang
Dr I Made Astra (Universitas Negeri Jakarta) menyatakan bahwa kurikulum berasal dari bahasa Yunani yang artinya “Jalan yang panjang.” Hal ini berarti menyangkut kontinyuitas dan berkesinambungan di dalam membekali anak didik dengan ilmu pengetahuan.
Dalam ilmu pendidikan, dikenal dengan kognitif (uang yang banyak) dan afektif (proses). Yang salah kaprah adalah mengumpulkan uang sebanyak-banyaknya tanpa memperdulikan afektif (proses), adalah sama dengan guru yang menilai murid hanya dari UTS dan UAS saja. Setelah tamat dari Hang Tuah, mau jadi apa anak didik kita?
RSBI (Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional) dihapuskan sebab bisa mengkotak-kotakkan anak didik. Semua murid punya hak sama. Prestasi pendidikan dapat diraih dengan on time dan full time.
Mempelajari ilmu kebaharian adalah bagaimana anak didik mencintai dulu, bukan membenci. Jangan seperti guru yang memberi PR matematika sebanyak 20 soal, padahal cukup 5 soal saja. Banyak guru yang menyalahkan murid, padahal murid masih mentah.
Tujuan utama sistem pendidikan nasional adalah pembangunan karakter anak bangsa. Padahal di Cina dan Korea, hal itu telah diberlakukan sejak taun 1976.
Penyusunan kurikulum, perlu memenuhi unsur:
·         Tujuannya apa?
·         Siswa belajar dengan cara apa?
·         Guru mengajar dengan cara apa?
·         Penilaiannya bagaimana?
Ilmu Kebaharian
Ilmu kebaharian terdiri dari kebaharian makro dan kebaharian mikro.
Makro meliputi situasi politik, ekonomi, sosial, budaya, pertahanan dan keamanan.
Adapun mikro melingkupi individu, yaitu aspek kognitif (mengenal, mengerti dan mengetahui potensi laut), afektif (kejiwaan/mencintai laut), motorik (jasmani/menyelam, berenang), lingkungan (merasa aman dan nyaman).
Perlu mengajak anak didik mengadakan studi wisata ke pantai, kunjungan ke pulau tak yang belum tersentuh, dan bakti sosial, seperti membersihkan pantai. Dengan mengenal laut maka kita akan belajar tentang matematika, biologi, dan sebagainya.
Penyampaian ilmu kebaharian sebaiknya disampaikan secara fun and learning, penyampaiannya tidak perlu seperti matematika atau fisika yang membutuhkan waktu berjam-jam dan berkerut dahi.
Jika kita memiliki cita-cita agar ilmu kebaharian eksis dan digunakan secara nasional maka kita perlu menunjukkan dari lingkup kita dulu (Yayasan Hang Tuah), jika efektif, maka tentu pemerintah dan masyarakat akan memberi perhatian yang lebih instens. Kita berjalan dulu di Hang Tuah, jika sudah teruji dapat menjadi parameter kurikulum nasional.
Indikator Keberhasilan Pendidikan yang Diselenggarakan Yayasan Hang Tuah
Pendidikan yang diselenggarakan Yayasan Hang Tuah dikatakan berhasil apabila:
·         Lulusan terbaiknya diterima di TNI AL, PNS, dan sebagainya
·         Memberi sumbangsih pemikiran dan saran
·         Berpartisipasi dalam meningkatkan keberhasilan kebaharian nasional
Setelah Orde Baru tumbang, kini banyak perusahaan kelautan dipailitkan, dan perusahaannya bangkrut. Di laut banyak kesempatan dan banyak peluang, namun di laut juga sulit berkembang jika tidak diimbangi dengan pengetahuan.
Memperbaiki Mindset Kebaharian
Peneliti LIPI, Jaleswari Pramodhawardani menyatakan perlu upaya berkesinambungan untuk memperbaiki mindset bangsa Indonesia agar berwawasan bahari, membutuhkan waktu panjang 100 tahun atau 1.000 tahun untuk dapat melihat hasilnya.
Indonesia jangan mudah direduksi menjadi negara agraris. Ada pepatah: Takdir kita hidup di negara kepulauan, apakah ingin mengkhianati.
Membangun budaya itu membutuhkan 1.000 tahun, pembangunan, termasuk kebijakan pemerintah, kulture kebaharian sebenarnya sudah ada, namun dipadamkan. Kembali kepada kita, mau tidak menyuburkannya kembali.



Kabupaten Majalengka


Dudi Akasyah, MSi.
  
Alhamdulillah tos dugi ka Majalengka. Biasanya saya berhenti di Kota Majalengka, kemudian nyari soto. Rasanya enak dan harganya terjangkau. Kemudian kalau masih ingin nambah (ieu mah laper atuh), dapat memesan karedok. Bagi yang suka makan lalap-lalapan maka di Kota Majalengka dapat mudah menemukannya dan segera menikmatinya. Diiringi dengan alunan suara degung lewat Radio Indraswara. Semakin mantap dengan es kelapa muda di dekat Masjid Al-Imam Majalengka. Setelah itu saya shalat di Masjid Al-Imam.

Saya bersyukur lahir di Majalengka, Alhamdulillah Isteri saya juga berasal dari Majalengka sehingga jika mudik maka all in (maksudnya dapat bersilaturahmi ke Orang Tua Isteri dan Orang Tua Saya). Anak-anak juga slalu diperkenalkan dengan Majalengka sebagai “tanah leluhur.”

Saya mendoakan semoga Majalengka dan Masyarakat Majalengka mendapat berkah dari Allah Subhanahu wa Ta’ala. Meskipun saya belum dapat memberikan yang terbaik, semoga melalui doa saya termasuk orang yang ikut berpartisipasi bagi kemajuan Majalengka.
 
Manusiawi jika saya senang ketika mendengar kabar bahwa Majalengka berprestasi; dan sedih jika mendengar hal tidak mengenakan dari Majalengka.  Tetapi alhamdulillah, selama ini saya lebih banyak mendengar hal positif dari Majalengka. Pelan namun pasti, semoga saya dapat memberi manfaat untuk Majalengka, dan melalui doa dari kami semoga Majalengka semakin nanjeur, bageur, tur kenging barokah ti Allah Subhanahu wa Ta’ala. Amin YRA.

Kecamatan Maja, Majalengka, Jawa Barat


Dudi Akasyah

Dari Kota Majalengka, kemudian ke Cigasong, saat tiba pertigaan, mengambil ke arah kiri, menuju Kecamatan Maja. Udara sejuk menyambut siapa saja yang berkunjung ke Kecamatan Maja. Jalan menanjak dan menurun menambah pemandangan asri. Jika pandangan menoleh ke sebelah kiri maka Gunung Ciremai seolah-olah mengikuti kemana pun kendaraan berjalan.

Pasar Maja merupakan pasar yang ramai, khususnya Pasar Maja Selatan. Aktifitas pasar sudah ramai dari sejak dinihari, bahkan untuk pasar sayuran nyaris buka 24 jam. Pasar sayuran maja terkenal di “seantero” Jawa Barat, bahkan ada yang dikirim ke Jakarta.
Saat saya masih sekolah (1993), pagi-pagi saya berangkat ke Pasar, membuka kios Ibunda tercinta. Membereskan “padasaran” peti roti, kiripik, membungkus garam, tepung, terigu, dan sebagainya. Setelah Ibu datang, saya langsung go ke sekolah.
 
Udara di Maja bersih. Jika sepulangnya sekolah, menunggu kegiatan Pramuka (biasanya Hari Jumat), saya mandi dulu di dekat sungai kecil antara Maja dan Sukamurni (Sungai Cirumput kalo gak salah). Hmmh segernya. Harapan saya, Maja tetap asri, hijau dan segar, airnya tetap jernih, dan ibadahnya semakin rajin.

Desa Cipicung, Maja, Majalengka, Jawa Barat


Cecep Dudi Akasyah (Papa Kanjeng Putri)

Kesan saya, Cipicung suasananya tenang, asri, dan masih alamiah. Cocok bagi saya yang suka dengan hal yang bersifat natural, alamiah. Jika pagi tiba, pemandangan sangat bagus, khususnya pemandangan dari sebelah timur. Tampak Gunung Ciremai menjulang menghiasi mata dan mengajak siapa saja yang memandangnya untuk terpesona berlama-lama.
Mayoritas masyarakat bercocok-tanam (bertani). Pertanian itu sangat bagus untuk ditumbuh-kembangkan, sebab bertani merupakan identitas bangsa. Kita harus menjadi produsen. Hanya saja perlu untuk disosialisasikan secara berkesinambungan.
Saya suka mengeksplor alam untuk diangkat kepada tataran ilmiah sehingga dapat memberi pemahaman tentang betapa pentingnya melestarikan alam. Tanah yang subur merupakan anugerah untuk ditanami dan diberdayakan kesuburannya. Semoga Desa Cipicung masyarakatnya tetap mempertahankan tradisi pertaniannya.

Jumat, 01 November 2013

kebijakan publik dalam pilkada


KEBIJAKAN PUBLIK TERHADAP
PARTISIPASI MASYARAKAT
DALAM PILKADA

Dudi Akasyah
Bangsa Indonesia sekarang sedang mengalami demokrasi ke arah yang lebih semarak. Jika sebelumnya pesta demokrasi hanya terpaku pada lingkup nasional yaitu setiap lima tahun maka kini pesta demokrasi dapat dinikmati juga di seluruh propinsi yang berada di Negara Kesatuan Republik Indonesia (kecuali DIY Yogyakarta).
Pemilihan kepala daerah (Pilkada) secara langsung membawa konsekuensi kepada pembenahan kebijakan yang mendasar berkaitan dengan kebijakan Pilkada agar menyentuh aspek-aspek keadilan seluruh peserta demokrasi di lingkup propinsi yang bersangkutan.
Antusiasme masyarakat terhadap Pilkada sangat tinggi. Sebagai contoh di DKI Jakarta dimana Pilkada telah diselenggarakan belum lama ini yaitu bulan Juli 2007. Masyarakat Jakarta seperti terjangkiti demam Pilkada sehingga hampir di setiap tempat mereka selalu membincangkan tentang Pilkada, calon gubernur, slogan jargon, program unggulan, dan keinginan yang tinggi untuk mencoblos kandidat yang didukungnya. Spanduk-spanduk besar bertebaran di jembatan layang dan tempat strategis, kaos-kaos dan aksesoris, bazar murah, bahkan para simpatisan menggelar bakti sosial hampir di seluruh kawasan di Jakarta.
Kemeriahan Pilkada mampu membuat warga Jakarta menikmati pesta demokrasi tersebut. Pada hari H Pilkada, warga berbondong-bondong mendatangi tempat pemungutan suara (TPS). Suasana Jakarta semuanya tertuju pada pencoblosan. Para simpatisan, relawan, politisi, dan semua propesi bercampur baur menjadi satu mengikuti jalannya Pilkada.
Namun, kemeriahan Pilkada mendadak terganggu dengan mencuatnya kasus banyak pemilih yang tidak terdaftar, sebaliknya banyak nama yang terdata tetapi yang bersangkutan tidak ada. Kasus tersebut menimbulkan kekecewaan di kalangan masyarakat. Oleh sebab itu, penulis merasa tertarik untuk menelusuri akal masalahnya sehingga dapat ditemukan kebijakan pemerintah apa yang pantas untuk menanggulangi permasalahan tersebut. Sebab jika tidak dilakukan penelitian secara seksama maka dikhawatirkan permasalahan tersebut akan terus berulang-ulang, sebaliknya jika solusinya sudah ditemukan maka diharapkan Pilkada ke depan akan lebih baik. Di samping itu penelitian tersebut berguna bagi Pilkada di propinsi lain.
Demokrasi mempunyai tujuan untuk mendahulukan kepentingan rakyat dibandingkan kepentingan pribadi atau golongan. Demokrasi juga meletakkan hak rakyat di atas segalanya. Melalui demokrasi pula diharapkan semua rakyat dari semua kalangan dapat terwakili dalam penyelenggaraan negara. Perwujudan dari demokrasi salah satunya adalah Pilkada Propinsi. Melalui Pilkada Propinsi maka diharapkan semua masyarakat Propinsi dapat menyampaikan aspirasinya.
Namun dalam Pilkada DKI Jakarta ditemukan permasalahan bahwa banyak masyarakat Jakarta yang tidak bisa mencoblos yang dikarenakan oleh kebijakan yang belum menyentuh kondisi masyarakat di lapangan. Penulis berminat untuk menelusuri akarnya serta kebijakan pemerintah apa yang perlu dibenahi agar Pilkada di masa yang akan datang semua warga Jakarta dapat menyalurkan aspirasinya dalam Pilkada.


          Jakarta, Juli 2007