Selasa, 27 Oktober 2015

urgensi pendidikan bahari, ilmu kebaharian


 URGENSI PENDIDIKAN BAHARI
DIBERLAKUKAN SECARA NASIONAL

Dudi Akasyah, MSi.
Pengajar pada SMK Pelayaran Jakarta Raya
Yayasan Hang Tuah


Urgensi Pendidikan dalam Pengenalan Maritim kepada Bangsa Indonesia
Untuk memperkenalkan sesuatu hal yang positif maka kita perlu melakukan pendekatan melalui pendidikan. Memperkenalkan kebaharian kepada bangsa bukanlah sesuatu yang mudah, dalam pelaksanaannya membutuhkan tahapan-tahapan yang sistematis. Dari rangkaian tersebut semuanya terangkum dalam sebuah pendidikan.
Untuk memperkenalkan bahari ke dalam kehidupan berbangsa dan bernegara yang melibatkan populasi 250 juta penduduk Indonesia, tentu bukan pekerjaan mudah, namun akan mudah jika dilakukan melalui pendekatan pendidikan, yaitu pendidikan kebaharian.
Filosofis pendidikan sebagaimana tertulis dalam Handbook Pendidikan Misi Maritim, Yayasan Hang Tuah Tahun 2014 yaitu perjuangan keras, cerdas, ikhlas, dan kontinyu di dalam mendidik putra/putri bangsa Indonesia untuk meraih kejayaan bahari di masa depan, berbunyi sebagai berikut:  
Jangan pernah berharap bahwa kehidupan yang akan datang akan semakin mudah. Tapi berusahalah selalu agar kemampuanmu menjadi lebih baik dari waktu ke waktu. Hidup tidaklah untuk mengeluh dan mengaduh. Hidup adalah untuk mengelola dinamika kehidupan. Menghamba kepada Illahi Robbi. Bekerja, mengolah air, membalik tanah, memasuki rahasia langit dan samudera. Kesuksesan bukan milik orang-orang tertentu. Kesuksesan milik anda, milik saya, milik semua milik siapa saja yang menyadari, menginginkan dan memperjuangkannya dengan sepenuh hati. Belajar keras, Belajar cerdas, Belajar ikhlas. Belajar tuntas. Sukses itu adalah milik kita, Insya Allah. Jadikan kekurangan dan kelemahan diri kita untuk memacu langkah kita meraih sukses. No one is born to lose, everyone is born to win. The biggest differences that separates the one of the other is. The willingness to learn. The willingness to change. And the willingness to growth. Do the best, you are to be the best. Insya Allah.[1]
Pendidikan merupakan upaya yang terus menerus, efektif, kreatif, empiris, teoretis, dan praktis. Keuntungan dari pendekatan pendidikan adalah dapat lebih memahamkan dan berkesinambungan. Efektivitas pendidikan telah terbukti di dalam memahamkan kepada individu baik personal maupun kolektif, serta sebagai upaya pembangunan wawasan bangsa secara berkesinambungan disesuaikan dengan objek yang menjadi sentral kajian.
Berkaitan dengan peranan pendidikan para filosof mengakui eksistensi pendidikan. Plato (427-346 SM) menyatakan bahwa pendidikan adalah mengasuh jasmani dan rohani supaya sampai kepada keindahan dan kesempurnaan yang mungkin dicapai. Aristotle (384 – 322 SM) menyatakan bahwa pendidikan itu menyiapkan akal pikiran untuk mendapat ilmu pengetahuan, sebagaimana menyediakan tanah untuk tumbuh-tumbuhan dan tanam-tanaman.
Herbert Spencer, filsuf berkebangsaan Inggris (1820-1903 M), pendidikan yaitu menyiapkan manusia supaya hidup dengan kehidupan yang sempurna. Immanuel Kant, filosuf Jerman (1724-1804 M) pendidikan adalah membawa manusia ke arah kesempurnaan yang mungkin dicapai. James Mill, filosuf Inggris (1773-1836 M), pendidikan yakni menyiapkan seseorang supaya dapat membahagiakan dirinya dan orang lain.
Jean Jacques Rousseau, ahli didik dan politik kebangsaan Prancis (1712-1778 M) menyatakan bahwa pendidikan itu memberi kita perbekalan yang tidak ada pada masa kanak-kanak tetapi kita membutuhkannya pada waktu dewasa.
Prof. Dr. Mahmud Yunus menyatakan bahwa tujuan pendidikan adalah untuk kecerdasan perseorangan dan untuk kecakapan mengerjakan pekerjaan.[2] Prof. Dr. Nana Syaodih Sukmadinata, dalam bukunya Landasan Psikologi Proses Pendidikan (2005), menyatakan bahwa tujuan pendidikan adalah peningkatan penguasaan pengetahuan, kemampuan, keterampilan, pengembangan sikap, dan nilai-nilai dalam rangka pengembangan diri anak didik.[3]
Jika direlevansikan dengan ilmu kebaharian, maka tujuan pendidikan ilmu bahari adalah agar anak didik dapat meningkatkan penguasaan pengetahuan bahari, memiliki kemampuan (skill), sikap dan nilai-nilai, serta dapat mengembangkan wawasan bahari.
Di sisi lain, memperkenalkan bahari kepada bangsa bukan sesuatu hal yang mustahil,  semuanya dapat tercapai apabila dilakukan dengan sistematis, fokus, dan berkelanjutan.
Manusia diberikan anugerah akal dan pikiran, melalui hal tersebut mereka akan mencari dan menerima hal-hal yang berguna. Penyampaian wawasan bahari yang sistematis akan memudahkan peserta didik untuk memahami dan mengaplikasikannya.
Sekecil apapun pemberian Tuhan maka harus dimanfaatkan. Bangsa yang hebat adalah bangsa yang mampu memanfaatkan potensi yang kecil kemudian diberdayakan menjadi besar, sebaliknya bangsa yang buruk adalah bangsa yang memiliki potensi besar namun potensi itu tak memberikan apa-apa bagi bangsanya. Kita sebagai bangsa akan menjadi bangsa yang lebih hebat apabila potensi laut yang sangat besar dapat dikelola sehingga mendatangkan manfaat yang lebih besar lagi.
Sebenarnya tidak ada karunia yang sia-sia dari alam ini, namun manusia itu sendiri yang menyia-nyiakannya sehingga potensi yang dimiliki bukannya memberikan benefit namun tak jarang menjadi bencana yang disebabkan oleh ketidak-mampuan pengelolaan, miskinnya sumber daya manusia, dan lemahnya political will dari pemerintah.
Kita memberikan apresiasi kepada pemerintah yang sekarang memberikan porsi yang lebih baik dalam struktur kabinet kementerian, yakni dengan mengangkat Menko dalam bidang maritim, di samping yang sudah ada, yaitu menteri kelautan. Di samping itu, pencanangan Presiden bahwa Indonesia sebagai poros maritim dunia perlu mendapat apresiasi.
Mungkin ada sebagian kalangan yang terheran-heran atau bahkan kaget mendengar istilah maritim yang dicanangkan presiden, namun hal itu lebih disebabkan oleh masih miskinnya informasi maritim, sederhananya: pendidikan bahari belum digaungkan secara nasional. Boleh dikatakan, bahwa informasi pendidikan kelautan masih kalah jauh dibandingkan dengan pembelajaran ilmu-ilmu yang lain, sebenarnya hal ini merupakan ironi namun kita tidak dapat menghindar dari realitas yang ada. Hal inilah yang melatar-belakang kenapa ilmu kebaharian perlu diperkenalkan secara nasional.
Salah-satunya adalah perlu dilakukan kerjasama yang sinergi dan intensif antara Menko Maritim, Kementerian Kelautan dan Kementerian Pendidikan Nasional. Program wajib belajar yang telah berlaku di seluruh pelosok tanah air adalah menjadi sarana efektif bagi pendidikan kebaharian secara nasional di dalam mempersiapkan masa depan yang berwawasan bahari.
Melihat porsi yang diberikan pemerintah maka sudah saatnya jika haluan pendidikan nasional memberikan pintu bagi terselenggaranya pendidikan maritim sebagai bahan ajar pokok pendidikan secara nasional.
Penghayatan Kelautan Nusantara
Perlu ada alokasi waktu dimana anak didik mengadakan upacara di pesisir pantai. Mungkin jika upacara dilakukan di tengah laut membutuhkan sarana dan prasarana yang lebih rumit sehingga pesisir pantai dapat menjadi alternatif. Upacara Peringatan Hari Samudera yang biasa dilakukan di laut menjadi inspirasi bagi kalangan pendidik dan lembaga kependidikan. Upacara di pinggir pantai dapat lebih menghayati nilai-nilai bahari, di sisi lain memunculkan kebanggaan terhadap kekayaan dan kejayaan nusantara.
Urgensi membangun persepsi nasional tentang Kelautan Indonesia
Bangsa Indonesia yang corak berpikirnya telah cukup lama ditutupi dari realitas kelautan maka kinilah saatnya untuk membuka pikiran, memperbaiki persepsi, membuka wawasan bahari, dan menggali berbagai potensi bahari.
Jika persepsi bangsa Indonesia tentang kelautan sudah terbentuk maka dapat dipastikan seluruh komponen bangsa akan memberikan karya terbaiknya untuk laut Indonesia, untuk membangun paradigma tersebut maka pendekatan pendidikan berada pada posisi yang sangat menentukan.
Kualitas Sumber Daya Manusia sebagai Faktor Penentu
Yang menentukan adalah kualitas sumber daya manusia, kekayaan laut tanpa diimbangi dengan kualitas manusia maka tak akan ada artinya, kekayaan laut perlu diimbangi dengan perkembangan intelektual manusia Indonesia, kualitas manusia sangat menentukan di dalam pemberdayaan kelautan, kita teringat dengan ungkapan man behind the gun, manusia yang menggunakan alat, manusia yang menentukan bernilai tidaknya suatu karunia alam, apakah alat itu berdaya guna atau tidak, dapat meraih hasil maksimal atau tidak, semuanya kembali kepada manusia sebagai pelakunya.
Yayasan Hang Tuah dan Misi Edukasi Bahari
Yayasan Hang Tuah menjalankan misi pendidikan maritim dimulai dari TK, SD, sampai SMA/SMK, adalah agar visi kemaritiman dapat disampaikan dari sejak dini. Usia anak didik dari mulai TK merupakan pondasi bagi penanaman visi misi kelautan Indonesia, kemudian disampaikan secara berkelanjutan ke jenjang SD, SMP dan SLTA.
Mungkin ada opini bahwa mengajarkan ke anak-anak TK, SD, SMP dan SMA/SMK lebih sulit dibandingkan dengan mengajar di tingkat perguruan tinggi, namun di sisi lain, bukankah penyerapan keilmuan di masa kecil lebih kuat dibandingkan sudah dewasa.
Meletakkan dasar-dasar keilmuan di waktu masih kecil akan lebih terpatri dibandingkan di waktu dewasa, hanya saja di sisi lain para guru perlu bersabar dan kreatif di dalam memperkenalkan khasanah bahari Indonesia.
Mendidik kader-kader penerus bangsa agar memiliki wawasan bahari merupakan cita-cita Yayasan Hang Tuah beserta jajaran pendidikannya.
Di samping itu, Yayasan Hang Tuah memiliki harapan besar bahwa mempromosikan wawasan kelautan tidak hanya menjadi ikon Hang Tuah, namun seyogyanya menjadi ikon pendidikan nasional yang dalam pelaksanaannya dapat menjadi bagian integral dari kurikulum nasional.
Yayasan Hang Tuah secara konsisten terus memberikan wawasan dan mengaplikasikan pendidikan bahari kepada seluruh jajaran pendidikan yang berada di bawah Yayasan Hang Tuah di seluruh Indonesia yang meliputi TK, SD, SMP, SMA dan SMK.
Sekarang, di tahun 2015, buku bahan ajar ilmu kebaharian telah selesai dicetak dan siap untuk didistribusikan ke seluruh sekolah yang tersebar di seluruh pelosok tanah air, khususnya yang berada di bawah naungan Yayasan hang Tuah, termasuk kurikulum dan gurunya telah siap untuk menyampaikan bahan ajar ilmu kebaharian.
Yayasan Hang Tuah akan terus menerus untuk mempromosikan kelautan, perjuangan yang dilakukan tak kenal lelah, sebab berpijak pada suatu keyakinan bahwa kejayaan bangsa Indonesia adalah bermula dari keberhasilan suatu bangsa di dalam mengelola potensi laut yang dimilikinya.
Sejatinya, bahwa promosi, sosialisasi dan edukasi ilmu kebaharian bukan hanya dilaksanakan oleh Yayasan Hang Tuah beserta jajaran pendidikannya, namun sudah saatnya menjadi tanggung-jawab nasional, tanggung jawab bangsa untuk kesejahteraan rakyat dari sabang sampai merauke.
Persepsi yang selama ini bergema adalah persepsi bahwa Indonesia merupakan negara kepulauan. Hal ini tidak hanya terjadi di kalangan masyarakat awam namun di kalangan intelektualis sudut pandang tersebut masih berlaku.
Permasalahannya adalah ketika pemangku kebijakan memiliki sudut pandang seperti tersebut di atas, sehingga tak heran apabila program dan visi misi pemerintahan menggiring bangsa untuk berpikir secara kontinental.
Secara sepintas, mungkin orang beranggapan apa susahnya mengganti slogan Indonesia sebagai negara kepulauan menjadi Indonesia sebagai negara kelautan, namun faktanya untuk membangun paradigma tersebut tak cukup dengan cara instan namun membutuhkan metodologi yang sistematis yakni melalui pendekatan pendidikan terhadap generasi penerus. Tanpa ada upaya yang terencana sebagaimana tersebut di atas maka akan sulit menanamkan pemikiran kebaharian kepada rakyat. Berdasarkan hal tersebut jelaslah bahwa untuk mengubah mindset bangsa dari pandangan Indonesia sebagai negara kepulauan menjadi Indonesia sebagai negara kelautan tak semudah membalikan telapak tangan. Pendekatan edukasi merupakan cara ampuh dan teruji untuk membangun suatu paradigma yang kokoh dimana kelak dapat memberikan kekuatan guna mengembalikan kejayaan bahari nusantara.

Jakarta, 17 Maret 2015


[1] Laksda TNI (Purn) Sugiono SE. Ketua Umum Yayasan Hang Tuah Pusat, dalam Handbook Pendidikan Misi Maritim, 2014. Jakarta: Yayasan Hang Tuah.
[2] Prof. Dr. Mahmud Yunus, Pendidikan dan Pengajaran, Jakarta: PT Hidakarya Agung, 2006.
[3] Prof. Dr. Nana Syaodih Sukmadinata, Landasan Psikologi Proses Pendidikan, Cet 3, Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2005. Hlm 4

Tidak ada komentar:

Posting Komentar