URGENSI
PENDIDIKAN BAHARI
DIBERLAKUKAN
SECARA NASIONAL
Dudi
Akasyah, MSi.
Pengajar pada SMK Pelayaran Jakarta Raya
Yayasan Hang Tuah
Urgensi Pendidikan dalam Pengenalan Maritim kepada
Bangsa Indonesia
Untuk
memperkenalkan sesuatu hal yang positif maka kita perlu melakukan pendekatan
melalui pendidikan. Memperkenalkan kebaharian kepada bangsa bukanlah sesuatu
yang mudah, dalam pelaksanaannya membutuhkan tahapan-tahapan yang sistematis.
Dari rangkaian tersebut semuanya terangkum dalam sebuah pendidikan.
Untuk
memperkenalkan bahari ke dalam kehidupan berbangsa dan bernegara yang
melibatkan populasi 250 juta penduduk Indonesia, tentu bukan pekerjaan mudah,
namun akan mudah jika dilakukan melalui pendekatan pendidikan, yaitu pendidikan
kebaharian.
Filosofis
pendidikan sebagaimana tertulis dalam Handbook
Pendidikan Misi Maritim, Yayasan Hang Tuah Tahun 2014 yaitu perjuangan keras,
cerdas, ikhlas, dan kontinyu di dalam mendidik putra/putri bangsa Indonesia
untuk meraih kejayaan bahari di masa depan, berbunyi sebagai berikut:
Jangan pernah berharap bahwa kehidupan yang
akan datang akan semakin mudah. Tapi berusahalah selalu agar kemampuanmu
menjadi lebih baik dari waktu ke waktu. Hidup
tidaklah untuk mengeluh dan mengaduh. Hidup
adalah untuk mengelola dinamika kehidupan. Menghamba
kepada Illahi Robbi. Bekerja, mengolah air, membalik tanah, memasuki rahasia
langit dan samudera. Kesuksesan
bukan milik orang-orang tertentu. Kesuksesan milik anda, milik saya, milik
semua milik siapa saja yang menyadari, menginginkan dan memperjuangkannya
dengan sepenuh hati. Belajar
keras,
Belajar cerdas, Belajar
ikhlas.
Belajar tuntas. Sukses
itu adalah milik kita, Insya Allah.
Jadikan kekurangan dan kelemahan diri kita untuk memacu langkah kita meraih
sukses.
No
one is born to lose, everyone is born to win.
The
biggest differences that separates the one of the other is. The willingness to learn. The willingness to change. And the willingness to growth. Do the best, you are to be the best. Insya Allah.[1]
Pendidikan
merupakan upaya yang terus menerus, efektif, kreatif, empiris, teoretis, dan praktis.
Keuntungan dari pendekatan pendidikan adalah dapat lebih memahamkan dan
berkesinambungan. Efektivitas pendidikan telah terbukti di dalam memahamkan
kepada individu baik personal maupun kolektif, serta sebagai upaya pembangunan
wawasan bangsa secara berkesinambungan disesuaikan dengan objek yang menjadi
sentral kajian.
Berkaitan
dengan peranan pendidikan para filosof mengakui eksistensi pendidikan. Plato
(427-346 SM) menyatakan bahwa pendidikan adalah mengasuh jasmani dan rohani
supaya sampai kepada keindahan dan kesempurnaan yang mungkin dicapai. Aristotle
(384 – 322 SM) menyatakan bahwa pendidikan itu menyiapkan akal pikiran untuk
mendapat ilmu pengetahuan, sebagaimana menyediakan tanah untuk tumbuh-tumbuhan
dan tanam-tanaman.
Herbert
Spencer, filsuf berkebangsaan Inggris (1820-1903 M), pendidikan yaitu menyiapkan
manusia supaya hidup dengan kehidupan yang sempurna. Immanuel Kant, filosuf
Jerman (1724-1804 M) pendidikan adalah membawa manusia ke arah kesempurnaan
yang mungkin dicapai. James Mill, filosuf Inggris (1773-1836 M), pendidikan yakni
menyiapkan seseorang supaya dapat membahagiakan dirinya dan orang lain.
Jean
Jacques Rousseau, ahli didik dan politik kebangsaan Prancis (1712-1778 M)
menyatakan bahwa pendidikan itu memberi kita perbekalan yang tidak ada pada
masa kanak-kanak tetapi kita membutuhkannya pada waktu dewasa.
Prof.
Dr. Mahmud Yunus menyatakan bahwa tujuan pendidikan adalah untuk kecerdasan
perseorangan dan untuk kecakapan mengerjakan pekerjaan.[2]
Prof. Dr. Nana Syaodih Sukmadinata, dalam bukunya Landasan Psikologi Proses Pendidikan (2005), menyatakan bahwa tujuan pendidikan adalah peningkatan penguasaan
pengetahuan, kemampuan, keterampilan, pengembangan sikap, dan nilai-nilai dalam
rangka pengembangan diri anak didik.[3]
Jika
direlevansikan dengan ilmu kebaharian, maka tujuan pendidikan ilmu bahari
adalah agar anak didik dapat meningkatkan penguasaan pengetahuan bahari,
memiliki kemampuan (skill), sikap dan
nilai-nilai, serta dapat mengembangkan wawasan bahari.
Di
sisi lain, memperkenalkan bahari kepada bangsa bukan sesuatu hal yang mustahil,
semuanya dapat tercapai apabila
dilakukan dengan sistematis, fokus, dan berkelanjutan.
Manusia
diberikan anugerah akal dan pikiran, melalui hal tersebut mereka akan mencari
dan menerima hal-hal yang berguna. Penyampaian wawasan bahari yang sistematis
akan memudahkan peserta didik untuk memahami dan mengaplikasikannya.
Sekecil
apapun pemberian Tuhan maka harus dimanfaatkan. Bangsa yang hebat adalah bangsa
yang mampu memanfaatkan potensi yang kecil kemudian diberdayakan menjadi besar,
sebaliknya bangsa yang buruk adalah bangsa yang memiliki potensi besar namun
potensi itu tak memberikan apa-apa bagi bangsanya. Kita sebagai bangsa akan
menjadi bangsa yang lebih hebat apabila potensi laut yang sangat besar dapat
dikelola sehingga mendatangkan manfaat yang lebih besar lagi.
Sebenarnya
tidak ada karunia yang sia-sia dari alam ini, namun manusia itu sendiri yang
menyia-nyiakannya sehingga potensi yang dimiliki bukannya memberikan benefit
namun tak jarang menjadi bencana yang disebabkan oleh ketidak-mampuan pengelolaan,
miskinnya sumber daya manusia, dan lemahnya political
will dari pemerintah.
Kita
memberikan apresiasi kepada pemerintah yang sekarang memberikan porsi yang
lebih baik dalam struktur kabinet kementerian, yakni dengan mengangkat Menko
dalam bidang maritim, di samping yang sudah ada, yaitu menteri kelautan. Di
samping itu, pencanangan Presiden bahwa Indonesia sebagai poros maritim dunia
perlu mendapat apresiasi.
Mungkin
ada sebagian kalangan yang terheran-heran atau bahkan kaget mendengar istilah
maritim yang dicanangkan presiden, namun hal itu lebih disebabkan oleh masih
miskinnya informasi maritim, sederhananya: pendidikan bahari belum digaungkan
secara nasional. Boleh dikatakan, bahwa informasi pendidikan kelautan masih
kalah jauh dibandingkan dengan pembelajaran ilmu-ilmu yang lain, sebenarnya hal
ini merupakan ironi namun kita tidak dapat menghindar dari realitas yang ada.
Hal inilah yang melatar-belakang kenapa ilmu kebaharian perlu diperkenalkan
secara nasional.
Salah-satunya
adalah perlu dilakukan kerjasama yang sinergi dan intensif antara Menko
Maritim, Kementerian Kelautan dan Kementerian Pendidikan Nasional. Program
wajib belajar yang telah berlaku di seluruh pelosok tanah air adalah menjadi
sarana efektif bagi pendidikan kebaharian secara nasional di dalam
mempersiapkan masa depan yang berwawasan bahari.
Melihat
porsi yang diberikan pemerintah maka sudah saatnya jika haluan pendidikan
nasional memberikan pintu bagi terselenggaranya pendidikan maritim sebagai
bahan ajar pokok pendidikan secara nasional.
Penghayatan Kelautan Nusantara
Perlu
ada alokasi waktu dimana anak didik mengadakan upacara di pesisir pantai.
Mungkin jika upacara dilakukan di tengah laut membutuhkan sarana dan prasarana
yang lebih rumit sehingga pesisir pantai dapat menjadi alternatif. Upacara
Peringatan Hari Samudera yang biasa dilakukan di laut menjadi inspirasi bagi
kalangan pendidik dan lembaga kependidikan. Upacara di pinggir pantai dapat
lebih menghayati nilai-nilai bahari, di sisi lain memunculkan kebanggaan
terhadap kekayaan dan kejayaan nusantara.
Urgensi membangun persepsi nasional tentang Kelautan
Indonesia
Bangsa
Indonesia yang corak berpikirnya telah cukup lama ditutupi dari realitas
kelautan maka kinilah saatnya untuk membuka pikiran, memperbaiki persepsi,
membuka wawasan bahari, dan menggali berbagai potensi bahari.
Jika
persepsi bangsa Indonesia tentang kelautan sudah terbentuk maka dapat
dipastikan seluruh komponen bangsa akan memberikan karya terbaiknya untuk laut
Indonesia, untuk membangun paradigma tersebut maka pendekatan pendidikan berada
pada posisi yang sangat menentukan.
Kualitas Sumber Daya Manusia sebagai Faktor Penentu
Yang
menentukan adalah kualitas sumber daya manusia, kekayaan laut tanpa diimbangi
dengan kualitas manusia maka tak akan ada artinya, kekayaan laut perlu
diimbangi dengan perkembangan intelektual manusia Indonesia, kualitas manusia
sangat menentukan di dalam pemberdayaan kelautan, kita teringat dengan ungkapan
man behind the gun, manusia yang menggunakan alat, manusia yang menentukan
bernilai tidaknya suatu karunia alam, apakah alat itu berdaya guna atau tidak,
dapat meraih hasil maksimal atau tidak, semuanya kembali kepada manusia sebagai
pelakunya.
Yayasan Hang Tuah dan Misi Edukasi Bahari
Yayasan
Hang Tuah menjalankan misi pendidikan maritim dimulai dari TK, SD, sampai
SMA/SMK, adalah agar visi kemaritiman dapat disampaikan dari sejak dini. Usia
anak didik dari mulai TK merupakan pondasi bagi penanaman visi misi kelautan
Indonesia, kemudian disampaikan secara berkelanjutan ke jenjang SD, SMP dan
SLTA.
Mungkin
ada opini bahwa mengajarkan ke anak-anak TK, SD, SMP dan SMA/SMK lebih sulit
dibandingkan dengan mengajar di tingkat perguruan tinggi, namun di sisi lain,
bukankah penyerapan keilmuan di masa kecil lebih kuat dibandingkan sudah
dewasa.
Meletakkan
dasar-dasar keilmuan di waktu masih kecil akan lebih terpatri dibandingkan di
waktu dewasa, hanya saja di sisi lain para guru perlu bersabar dan kreatif di
dalam memperkenalkan khasanah bahari Indonesia.
Mendidik
kader-kader penerus bangsa agar memiliki wawasan bahari merupakan cita-cita
Yayasan Hang Tuah beserta jajaran pendidikannya.
Di
samping itu, Yayasan Hang Tuah memiliki harapan besar bahwa mempromosikan
wawasan kelautan tidak hanya menjadi ikon Hang Tuah, namun seyogyanya menjadi
ikon pendidikan nasional yang dalam pelaksanaannya dapat menjadi bagian
integral dari kurikulum nasional.
Yayasan
Hang Tuah secara konsisten terus memberikan wawasan dan mengaplikasikan
pendidikan bahari kepada seluruh jajaran pendidikan yang berada di bawah
Yayasan Hang Tuah di seluruh Indonesia yang meliputi TK, SD, SMP, SMA dan SMK.
Sekarang,
di tahun 2015, buku bahan ajar ilmu kebaharian telah selesai dicetak dan siap
untuk didistribusikan ke seluruh sekolah yang tersebar di seluruh pelosok tanah
air, khususnya yang berada di bawah naungan Yayasan hang Tuah, termasuk
kurikulum dan gurunya telah siap untuk menyampaikan bahan ajar ilmu kebaharian.
Yayasan
Hang Tuah akan terus menerus untuk mempromosikan kelautan, perjuangan yang
dilakukan tak kenal lelah, sebab berpijak pada suatu keyakinan bahwa kejayaan
bangsa Indonesia adalah bermula dari keberhasilan suatu bangsa di dalam
mengelola potensi laut yang dimilikinya.
Sejatinya,
bahwa promosi, sosialisasi dan edukasi ilmu kebaharian bukan hanya dilaksanakan
oleh Yayasan Hang Tuah beserta jajaran pendidikannya, namun sudah saatnya
menjadi tanggung-jawab nasional, tanggung jawab bangsa untuk kesejahteraan
rakyat dari sabang sampai merauke.
Persepsi
yang selama ini bergema adalah persepsi bahwa Indonesia merupakan negara
kepulauan. Hal ini tidak hanya terjadi di kalangan masyarakat awam namun di kalangan
intelektualis sudut pandang tersebut masih berlaku.
Permasalahannya
adalah ketika pemangku kebijakan memiliki sudut pandang seperti tersebut di
atas, sehingga tak heran apabila program dan visi misi pemerintahan menggiring
bangsa untuk berpikir secara kontinental.
Secara
sepintas, mungkin orang beranggapan apa susahnya mengganti slogan Indonesia
sebagai negara kepulauan menjadi Indonesia sebagai negara kelautan, namun
faktanya untuk membangun paradigma tersebut tak cukup dengan cara instan namun
membutuhkan metodologi yang sistematis yakni melalui pendekatan pendidikan
terhadap generasi penerus. Tanpa ada upaya yang terencana sebagaimana tersebut
di atas maka akan sulit menanamkan pemikiran kebaharian kepada rakyat.
Berdasarkan hal tersebut jelaslah bahwa untuk mengubah mindset bangsa dari pandangan Indonesia sebagai negara kepulauan
menjadi Indonesia sebagai negara kelautan tak semudah membalikan telapak
tangan. Pendekatan edukasi merupakan cara ampuh dan teruji untuk membangun
suatu paradigma yang kokoh dimana kelak dapat memberikan kekuatan guna
mengembalikan kejayaan bahari nusantara.
Jakarta,
17 Maret 2015
[1] Laksda
TNI (Purn) Sugiono SE. Ketua Umum Yayasan Hang Tuah Pusat, dalam Handbook Pendidikan Misi Maritim, 2014.
Jakarta: Yayasan Hang Tuah.
[2] Prof. Dr. Mahmud
Yunus, Pendidikan dan Pengajaran, Jakarta:
PT Hidakarya Agung, 2006.
[3] Prof. Dr. Nana Syaodih Sukmadinata, Landasan Psikologi Proses Pendidikan, Cet
3, Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2005. Hlm 4
Tidak ada komentar:
Posting Komentar