ILMU
KEBAHARIAN
Dalam Acara Focus Group Disscusion: Pelatihan Guru dan
Tenaga Pendidikan, serta Penyusunan Materi Pembelajaran Pendidikan Longitudinal
Kebaharian
di Ruang Rapat Gedung Pengurus Pusat Jalasenastri, pada
Hari Rabu, 19 Februari 2014.
Dudi Akasyah MSi.
Pada Hari Rabu 19 Februari 2014, saya menghadiri
acara diskusi yang dilaksanakan oleh Yayasan Hang Tuah. Selama acara diskusi
saya banyak memperoleh ilmu tentang kelautan. Semoga melalui acara tersebut
memperoleh ilmu, faidah, wawasan, dan inspirasi untuk menebar manfaat.
Di bawah ini adalah petikan dari beberapa ahli:
Laksda (Purn)
TNI Sugiyono, Ketua Umum Pusat Yayasan Hang Tuah, menyatakan wilayah laut
Indonesia sangat strategis. Kegiatan bisnis yang menggunakan laut maka tentu
akan bersinggungan dengan wilayah Indonesia. 2/3 wilayah laut Asean adalah
wilayah Indonesia. Namun, yang banyak menikmati laut adalah asing, sedangkan
yang menanggung kerugiannya adalah negeri kita sendiri, seperti pencemaran dan
kerusakan. Pendidikan kebaharian adalah untuk menumbuhkan karakter, jiwa,
keahlian, serta antusiasme anak bangsa di dalam memberdayakan potensi kelautan.
Laksma (Purn)
TNI Iwan Kustiawan menyebutkan bahwa akar permasalahan dibutuhkannya ilmu
kebaharian adalah lemahnya atau rendahnya karakter, jiwa, keahlian, termasuk
antusiasme anak didik di dalam memberdayakan potensi kelautan.
DR. Dewi dari Dikdasmen Prov Jakarta, pelajar hanya
membayangkan laut, tidak mencelupkan. Di sisi lain, guru lebih sibuk mengurus
sertifikasi ketimbang peningkatan kreatifitas mereka di dalam mengajar. Tentang
pelaksanaan pembelajaran kebaharian maka guru posisinya sangat menentukan.
Berbicara kelautan maka kita tidak hanya akan berbicara Indonesia, namun juga
akan berbicara internasional.
Jaleswari P dari
LIPI menyatakan bahwa kita membutuhkan guru yang berkualitas, khususnya dalam
memperkenalkan kebaharian untuk anak didik. Di samping itu membutuhkan
kreatifitas di dalam mengajar; belajar di pantai atau di kapal, "learning by doing," serta
guru perlu menguasai IT sebab kelautan jaman sekarang sangat membutuhkan
teknologi. Setelah acara ini perlu ada expert
meeting untuk merumuskannya.
DR. I Made
Astra, pakar pendidikan dari UNJ,
ada beberapa hal yang perlu mendapatkan perhatian dalam menanamkan ilmu
kebaharian, yaitu (1) Bagaimana untuk meningkatkan kualitas guru dan tenaga
kependidikan (2) Bagaimana meningkatkan efektifitas pembelajaran (3) Bagaimana
menyusun materi pembelajaran kebaharian.
Laksda (Purn)
TNI Bambang Murgianto, MSc. Menyatakan bahwa hal pertama dan utama adalah
perubahan mindset. Memberikan apresiasi dan memahami makna manfaat yang tinggi
dari dunia kelautan. Cinta bahari merupakan gerbang menuju kebangkitan
Indonesia.
Tujuan utama adalah menumbuhkan cinta bahari. Hal ini
membutuhkan waktu bertahun-tahun. Adapun kurikulum bersifat mendukung
konsistensi. Ada analogi, bahwa tujuan membangun rumah adalah agar nyaman,
meningkatkan kreatifitas, dan semangat hidup, kemudian rumah di bangun dengan
segala pernak-perniknya, ketika rumah selesai dibangun apakah penghuni rumah
merasa lebih aman dan nyaman? Inilah perumpamaan antara perubahan mindset
dengan kurikulum. Dengan demikian, tugas inti adalah menumbuhkan kecintaan
terhadap bahari didukung oleh kurikulum, buku, dan modul.
Dinas
Pendidikan Prop DKI Jakarta menyampaikan bahwa Kurikulum Ilmu Kebaharian
merupakan hal yang sangat menggembirakan. Ada anekdot, para nelayan pun tak mau
menjadi anaknya nelayan. Mereka berbondong-bondong menyekolahkan anaknya ke
sekolah yang orientasinya bukan kelautan. Peranan ilmu kebaharian sangat
penting. Propinsi DKI Jakarta sebagian besar wilayahnya terdiri dari laut
sehingga pendalaman ilmu kelautan sangat bagus diperkenalkan di sekolah-sekolah
Jakarta. Perwakilan dari Dinas Pendidikan menyatakan ketertarikannya untuk memperkenalkan
ilmu kebaharian kepada sekolah-sekolah di DKI Jakarta.
Pelajaran maritim harus disesuaikan dengan dunia
murid TK, SD, SMP, SMA/K. Penyampaian materi kepada SLTA, tentu sangat berbeda
dengan penyampaian kepada anak-anak TK.
Laksma (Purn)
Joko Sasongko menyatakan sebenarnya ilmu kebaharian itu sudah berjalan
sejak lama, bahkan sebelum ia lahir, ilmu kebaharian sudah ada, hanya
penyampaiannya tidak sistemik, baru sampai ke tahap longitudinal.
Laksamana
Pertama TNI Kingkin, Kadispotmar dan Pimpinan
Pramuka Saka Bahari menyatakan bahwa pihaknya telah menyelanggarakan
kegiatan pemuda untuk mengenal bahari. Termasuk, mengadakan perkemahan di
pesisir. Biasanya kwarnas mengadakan kemah di hutan, kemudian minta ke Saka
Bahari, kemudian dilaksanakanlah perkemahan pesisir, hasilnya sungguh sangat
menarik lautan Indonesia.
DR. Dewi dari Dikdasmen Prov Jakarta, menyatakan
bahwa telah lama sebelum itu, Tengku Syafii, Menteri Pendidikan pada Kabinet
Syahrir, pernah mengadakan pendidikan guru di atas kapal laut selama 3 bulan
dari Papua ke Jakarta.
Untuk menumbuhkan cinta bahari perlu untuk mengangkat
tokoh-tokoh bahari, memperkenalkan para pahlawan kelautan, sampai kepada
memperkaya lagu anak tentang laut. Di dalam menggelorakan ilmu kebaharian, ada
baiknya kita mengutip pernyataan Filsuf Pakistan bernama Iqbal, ia mengatakan:
"Bermula dari selokan kecil, jika ia dibebaskan secara dinamis dan
mengembangkan dirinya maka ia akan menjadi deru ombak samudera luas."
Catatan Dudi Akasyah, saat menghadiri Focus Group
Disscusion: Pelatihan Guru dan Tenaga Pendidikan, serta Penyusunan Materi
Pembelajaran Pendidikan Longitudinal Kebaharian, di Ruang Rapat Gedung Pengurus
Pusat Jalasenastri, pada Hari Rabu, 19 Februari 2014.
Analisis
Pada Hari Rabu saya menghadiri diskusi (sebagaimana
tersebut di atas). Topik yang dibahas seputar urgensi ilmu kebaharian menjadi mata pelajaran di sekolah.
Berbicara bahari maka kita berbicara laut. Sebenarnya,
saya lahir di pegunungan atau “orang gunung”, dengan demikian yang saya tahu
adalah pertanian. Pada awalnya saya mengira di Indonesia itu hanya ada
pertanian saja J.
Jika ingat laut maka memori yang muncul hanya wisata ke laut, piknik, studi
banding, atau tamasya akhir sekolah.
Pada awalnya, saya tidak akan berlama-lama hadir
dalam diskusi tersebut, namun karena pertimbangan situasi yang mendukung akhirnya
saya mengikuti jalannya diskusi dari awal sampai akhir.
Niat saya pada saat itu, sekalian menggali “ilmu
laut” dari para fakar yang pada saat itu banyak yang hadir, seperti dari TNI AL,
LIPI, Dikdasmen Prov Jakarta, akademisi UNJ dan fakar yang lainnya.
Yang paling penting buat saya, meski awalnya saya
kurang berminat, namun langkah awal bagi saya agar menikmati dan memperoleh
manfaat dari diskusi tersebut adalah mengubah mindset saya, kemudian memberi
apresiasi, merenung, dan ikut menyelami khasanah. Memang membutuhkan proses untuk lebih
menjiwai.
Saya teringat bahwa di dalam Al-Qur’an banyak sekali
menguraikan tentang situasi di darat dan di laut, termasuk Al-Qur’an
menyampaikan betapa besar potensi daratan dan lautan bagi manusia (tetapi
manusia harus menjaga keseimbangan, tidak eksploitatif melainkan lebih kepada
mengambil manfaat serta menjaga kelestariannya dan keasriannya).
Allah SWT
berfirman “Dan Dia-lah,
Allah yang menundukkan lautan untukmu, agar kamu dapat memakan daripadanya
daging yang segar (ikan), dan kamu mengeluarkan dari lautan itu perhiasan yang
kamu pakai; dan kamu melihat bahtera berlayar, dan supaya kamu mencari
(keuntungan) dari karunia-Nya, dan supaya kamu bersyukur. (Al-Qur’an Surat Annahl, 16:14)” Kemudian
Allah berfirman “Apakah
kamu tak melihat bahwasanya Allah menundukkan bagimu apa yang ada di bumi dan
bahtera yang berlayar di lautan dengan perintah-Nya. Dan Dia menahan
(benda-benda) langit jatuh ke bumi, melainkan dengan izin-Nya? Sesungguhnya
Allah benar-benar Maha Pengasih lagi Maha Penyayang kepada Manusia (QS.
Al-Hajj, 22:65). Dan banyak lagi ayat Al-Qur’an yang mengajak kita
untuk memberi perhatian kepada karunia laut.
Setelah dibahas ternyata diskusi ilmu kebaharian
telah membuka cakrawala berpikir saya untuk memberi porsi perenungan dan
pemikiran tentang dunia kelautan. Banyak
hal menarik yang saya peroleh. Sebenarnya saya tahu bahwa Indonesia itu negara
kepulauan, yang berarti wilayah lautnya luas, namun mindset saya pada saat itu
hanya daratan, potensi darat saja.
Setelah saya menyimak materi yang disampaikan para
ahli, saya paham bahwa ternyata potensi laut selama ini banyak saya lupakan,
bahkan boleh jadi sebagian besar bangsa Indonesia masih belum memahami itu. Dan
saya juga memperoleh dorongan dari Al-Qur’an yang sangat gamblang di dalam
menyampaikan potensi kelautan. Bagi saya berbicara potensi laut, disamping
potensi materi, juga potensi ilmu dan potensi tafakur, sebagai sarana untuk
lebih menghayati kemaha-besaran Allah SWT.
Saya melihat bahwa peserta diskusi sangat antusias.
Seperti dari Dikdasmen DKI Jakarta, Dinas Pendidikan, dari TNI-AL juga telah
menyelenggarakan kegiatan pemuda cinta bahari. Mereka bersedia untuk membantu
agar ilmu kebaharian dapat diserap oleh generasi muda Indonesia.
Diskusi seperti di atas sangat bagus sehingga perlu
dilakukan secara kontinyu agar wawasan kelautan semakin tersosialisasi.
Saya mempunyai pendapat, alangkah baiknya jika
menjalin kerjasama dengan perusahaan-perusahaan kelautan agar mereka juga dapat
memfasilitasi agar para generasi muda Indonesia mempunyai kesempatan untuk
mengenal laut Indonesia, contoh: berlayar keliling nusantara. Sekarang ini yang
sering terdengar programnya hanya dari TNI-AL saja, padahal banyak perusahaan
kelautan yang mumpuni khususnya dilihat dari segi finansial guna mengajak
masyarakat dan generasi Indonesia untuk mengenal laut. Ayo ke laut.
Wallahu a’lam bish shawab.
Catatan Dudi Akasyah, saat menghadiri Focus Group
Disscusion: Pelatihan Guru dan Tenaga Pendidikan, serta Penyusunan Materi
Pembelajaran Pendidikan Longitudinal Kebaharian, di Ruang Rapat Gedung Pengurus
Pusat Jalasenastri, pada Hari Rabu, 19 Februari 2014.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar