SEJARAH DESA WANAHAYU
Oleh: Cecep Dudi Akasyah
Wanahayu berasal dari dua suku kata, yaitu Wana dan Ayu. Wana artinya Hutan, kebun, perkebunan (inggris=park, arab=jannah). Ayu artinya cantik (inggris=beauty atau arab=jamiilah), indah, asri, alami, atau pesona. Hutan yang indah, perkebunan yang asri nan sejuk. Dengan demikian, Wanahayu artinya Kebun yang indah (beautiful park, aljannatul jamiilah).
Dalam sejarahnya, Wanahayu memiliki tradisi agama Islam yang kuat, hal ini ditandai dengan adanya makam keramat ulama, makam kabuyutan. Keberadaan Wanahayu sudah cukup tua jika dilihat dari rentetan sejarah di Indonesia.
Salah satu buktinya adalah akses jalan Wanahayu yang sangat tua, hampir sejajar dengan sejarah kerajaan-kerajaan di Jawa Barat yang notabene termasuk sejarah tua di Indonesia. Jalan Wanahayu merupakan akses jalan yang menghubungkan kerajaan di wilayah Rajagaluh, Majalengka, Talaga, Kuningan, Ciamis, Tasikmalaya, Sumedang Larang. Daerah Wanahayu merupakan jalur penting yang menghubungkan wilayah tersebut.
Penduduk Wanahayu merupakan pendudukan yang sudah menetap lama. Banyak saksi hidup masih suka menceritakan Ratu Wihelmina (Belanda), masa Jepang, hingga setelah masa kemerdekaan.
Kenapa, hanya di sini yang disebut Wanahayu? Jika kita menelusuri dari arah Majalengka, kemudian Maja, setelah itu menelusuri jalan cukup jauh, sepanjang itu sangat sulit ditemukan air, misalnya sepanjang jalan cikebo tak jua dijumpai air (mata air), namun ketika memasuki Wanahayu (Blok Minggu dan Blok Saptu, Babakan) maka disana ditemukanlah mata air. Hutan atau kebun akan terasa sangat indah jika memiliki mata air.
Di Wanahayu, ketersediaan air telah mencukupi sehingga tidak harus meminta (ngulur) ke desa lain atau kampung tetangga, hal inilah kenapa disebut hutan yang indah (Wanahayu).
Dalam sejarah di wilayah mana pun, bahkan negara sekali pun, faktor ketersediaan air selalu menjadi faktor utama. Di negara-negara gurun pasir, dimana ada mata air maka di situ berdiri kampung atau kota. Di Afrika, sepanjang sungai nil berdiri kota-kota besar, demikian juga di Bagdad (Iraq) kota tersebut diapit oleh sungai Tigris dan Efrat.
Jalur dari Desa Maja menuju ke arah Talaga, terdapat perjalanan yang susah air (setelah dusun karang sari dan sepanjang cikebo) sehingga saat menjumpai Wanahayu tampaklah mata air yang segar yang dapat mencukupi kebutuhan sehari-hari, sehingga sebutan yang elok yaitu kebun indah (wanahayu) disematkan padanya.
Nama Wanahayu merupakan nama indah dan unik, kenapa? Indah dilihat dari paduan kata dan unik sebab nama "Desa Wanahayu" tak ada nama kembar di desa yang ada di Indonesia (apalagi dunia), nama Desa Wanahayu merupakan nama yang "khas" untuk menunjukan suatu wilayah di desa yang kita cintai ini.
Sebelum jaman Belanda, di Wanahayu ini terdapat para ulama yang mensyiarkan Islam. Hal ini didukung juga oleh berlalu-lalangnya para pensyiar agama Islam dari berbagai kerajaan di Jawa Barat yang melakukan rihlah (perjalanan) dan dakwah, jalur Wanahayu juga merupakan jalur (jalan) utama wilayah yang mengelilingi gunung Ciremai, disamping jalur penghubung antara Cirebon, Ciamis, Tasik, dan sekitarnya.
Pada jaman Belanda, Wanahayu sudah eksis, bahkan dari jaman Sunan Gunung Jati Cirebon, Wanahayu sudah ada dan menjadi jalur penting penyebaran Islam di wilayah Jawa Barat.
Memang perlu penelitian lebih lanjut untuk mengetahui secara lebih detail, termasuk penanggalan berdasarkan korelasi dengan prasasti atau peninggalan kuno. Di Wanahayu, secara kasat mata, sedikitnya ada empat fakta yang dapat diteliti, yaitu: (1) Berapa kepadatan tanah yang digunakan jalan raya, sebab jalan tersebut berusia sangat tua (2) Terdapat "Sasak Bodas" di Blok Minggu, berapa usia jembatan tersebut (3) Terdapat tugu di pilar (di atas bukit blok Saptu) perlu ditelusuri. (4) Makam Cikabuyutan, perlu ditelusuri saksi hidup atau dari sumber yang lain.
Intinya, Desa Wanahayu merupakan wilayah dakwahnya para wali, para ulama, para ajengan, para santri, sepatutnya bagi generasi penerus untuk melanjutkan amanah dari agama Islam.
Wilayah Jawa Barat termasuk provinsi yang kuat ajaran Islamnya maka sudah sepantasnya jika generasi penerusnya berpegang teguh kepada ajaran-ajaran Islam. Taat solat, rajin ngaji, jauhi maksiyat sareng rajin sodakoh.
Wallahu a'lam bish showab
Cecep Dudi Akasyah bin Haji Ihsan Fauzan
Diserat dina Sasih Rewah, sakedap deui Bulan Puasa. (Bulan Sya'ban, menjelang Ramadhan)
KAJIAN ILMIAH
Rabu, 11 Mei 2016
Selasa, 27 Oktober 2015
misi edukasi bahari, ilmu kebaharian
MISI
EDUKASI BAHARI
Dudi
Akasyah, MSi.
Guru pada SMK Pelayaran Jakarta Raya
Yayasan Hang Tuah
Kejayaan Bangsa di Depan Mata
Kejayaan
Indonesia sebenarnya telah ada di depan mata, yaitu laut Indonesia. Secara
geografis kelautan juga sudah membuktikan bahwa Indonesia merupakan negara yang
memiliki garis pantai terpanjang di dunia.
Realitas
ini seharusnya menjadi pemicu optimisme dan implementasi guna mewujudkan
Indonesia sebagai negara besar dan negara maju.
Tidak
mungkin penduduk Indonesia didera kemiskinan apabila melihat fakta potensi laut
yang luasnya berkali-lipat daratan Indonesia.
Sebagaimana
yang disampaikan oleh Prof Rohmin Dahuri, fakar ilmu kelautan dan perikanan,
bahwa apabila potensi kelautan ditangani secara serius maka dalam jangka waktu
5 tahun, Indonesia akan keluar dari status negara berkembang menjadi negara
maju. Indonesia akan keluar dari kondisi stagnan sebagai negara berkembang,
menjadi negara maju yang berpendapatan tinggi di atas 12.000 USD per
tahun." demikian pernyataan Prof. Rohmin Dahuri, pada hari kamis 25
September 2014 sebagaimana dilansir www.beritasatu.com.
Pendapat
di atas adalah hal yang paling rasional sebab berlandaskan kepada fakta berlimpahnya
sumber daya kelautan yang hingga kini belum mendapatkan penanganan serius
pemerintah.
Sebenarnya
banyak diskursus pemberdayaan alam dalam sektor yang lain, namun pengelolaan
kelautan merupakan fakta kekayaan alam yang terbesar yang dimiliki Indonesia.
Jawabannya
hanya ada dua kemungkinan, ditangani oleh bangsa Indonesia atau asing. Apabila
tidak segera dikelola oleh anak bangsa maka asing dengan berbagai cara akan
menjamahnya. Di sisi lain, jangan sampai laut Indonesia seperti
"sungai" di Jakarta, sungai yang ada bukannya dikelola sehingga
menjadi daya tarik pariwisata dan manfaat lainnya, melainkan menjadi sumber
penyakit karena limbah polusi dan tempat tumpukan sampah. Laut Indonesia jika
tidak ditangani akan menjadi tempat pencurian ikan dan limbah polusi dari
kapal-kapal asing yang berlalu-lalang.
Lemahnya
pengelolaan pemerintah juga ditunjukan dengan masih minimnya sarana
transportasi laut, padahal transportasi laut merupakan andalan ekspor impor
komoditi perdagangan suatu bangsa. Sebagai contoh, Prof. Rokhmin Dahuri
mengatakan bahwa mengirim barang dari Jakarta ke Surabaya biayanya bisa du kali
lipat lebih mahal daripada mengirim barang dari Singapura ke Los Angeles
(Amerika Serikat). Setidaknya hampir 15 miliar dolar Amerika Serikat per tahun diambil
oleh kapal asing karena Indonesia tidak mampu," demikian keterangan dari
Prof. Rokhmin Dahuri. Yang tak kalah memperihatinkannya adalah sektor
perekonomian kelautan Indonesia masih tertinggal oleh negara tetangga. Padahal
potensi laut mereka tak ada apa-apanya dibandingkan potensi laut Indonesia.
Menurut
Prof. Rokhmin, Indonesia tertinggal oleh negeri tetangga karena sektor ekonomi
kelautannya mencatat biaya logistik sebesar 27 persen dari Produk Domestik
Bruto atau sekitar 1.822 trilyun per tahun yang disebabkan oleh kurang
tersedianya infrastruktur transportasi laut. Tata kelola tidak hanya berlaku
dalam aktifitas di daratan, namun tata kelola perlu dilakukan dalam dunia
kelautan, dan Indonesia membutuhkan tata kelola untuk mendayagunakan kekayaan laut
yang berlimpah.
Pemerintah
sebagai pemangku kebijakan memiliki peranan yang sangat menentukan guna
mengarahkan paradigma berpikir bangsa terhadap pemberdayaan kelautan secara
nasional. Peranan pemerintah pusat akan mampu memberdayakan 33 provinsi, di sisi
lain pembinaan generasi penerus dilakukan melalui pembelajaran ilmu kebaharian
secara berkesinambungan, yakni melalui pendidikan.
Indonesia dan Asia Tenggara
Sebagai
bahan interospeksi yang sangat berharga bagi kita bahwa di kawasan Asia
Tenggara wilayah Indonesia mencakup 2/3 wilayah Asia Tenggara. Hal ini berarti
25 persen dari potensi laut asia Tenggara dibagi oleh sepuluh negara di Asia
Tenggara (kecuali Indonesia yang memiliki potensi laut 75 persen). Sebagaimana
ditulis dalam Handbook Pendidikan Misi Maritim Yayasan Hang Tuah Tahun 2014
yang ditulis Laksda TNI (Purn) Sugiono SE, disebutkan bahwa 2/3 wilayah NKRI adalah berupa laut, luas wilayah 5,8 juta km2, hal ini
menunjukan bahwa luas perairan Indonesia melingkupi 2/3 luas perairan Asia
Tenggara. Terdiri dari 17.500 pulau-pulau besar dan kecil. Garis pantai lebih
dari 81.000 km memiliki potensi SDA yang sangat beragam dan besar.
Jumlah
pulau yang mencapai 17.500 pulau merupakan potensi yang sangat bernilai apabila
dapat dikelola dengan sebaik-baiknya. Pantainya yang indah sebagai sentral
pariwisata, potensi alamnya, peluang transportasi laut, sangat disayangkan
apabila komponen bangsa masih belum menyadarinya.
Garis
pantai yang panjangnya mencapai 81.000 km nyaris belum ditangani secara serius,
padahal panorama alamnya, keunikan serta keasriannya tak ada bandingnya
dibandingkan dengan destinasi wisata internasional yang ditawarkan selama ini.
Kita kalah promosi dan mati kreatifitas yang kesemuanya bersumber dari
“ditutupnya” pendidikan maritim selama berabad-abad lamanya.
Ironisnya,
pemasukan dari potensi laut yang diterima oleh negara sangat minim. Pemanfaatan
laut Indonesia masih kalah di bandingkan negara tetangga seperti Thailand dan
Vietnam, apalagi jika dibandingkan dengan Singapura. Kita bandingkan dengan negara tetangga, Singapura yang hanya memiliki
luas 16 mil2, ia mampu mengelola kelautan dengan manajemen yang baik, ia bisa
menguasai pelayaran Indonesia bahkan pelayaran dunia, mereka juga menguasai
jalur kontrol penerbangan kita. Untuk memperkuat sektor maritim, Singapura
memanfaatkan perannya dengan mengoptimalkan kapal-kapal niaga beserta
kebutuhannya, mereka juga berani membangun hubport terbesar dan tercanggih di
dunia.[1]
Indonesia memiliki wilayah luas laut yaitu
93.000 km2 dan memiliki luas ZEE 6.159.032 km2 melihat kondisi tersebut tidak
syak lagi bahwa jalur tersebut akan menjadi sumber pemasukan negara yang
menggiurkan semua negara. Namun apa yang terjadi dengan Indonesia? Ternyata
masih disia-siakan. Hingga kini kontribusi ekonomi kelautan kita terhadap PDB
masih rendah + hanya 22 % Sebagai contoh dalam hal perolehan ikan, data
menunjukan bahwa Potensi ikan tangkap per tahunnya adalah 6.520,2 jt ton,
namun namun tingkat pemanfaatannya baru
5,71 jt ton per tahun yakni tidak lebih dari 0,08% per tahunnya[2]
Tentu, bahwa peluang dunia bahari tidak hanya dalam hal penangkapan ikan namun
terdapat potensi yang tak kalah pentingnya misalnya pemanfaatan jalur/jasa
transportasi laut.
Persentase di atas menunjukan bahwa perhatian
negara masih “sangat amat” minim, yakni hanya 0,008 persen. Sebenarnya bukan
hanya negara namun bangsa pun perlu “dibangunkan” bersama-sama, dan hal itu
hanya bisa dilakukan melalui pendidikan intensif secara nasional dan dilakukan
secara berkelanjutan.
Pakar kelautan Prof. Rokhmin Dahuri,
sebagaimana dikutip Handbook
Pendidikan Misi Maritim Yayasan Hang Tuah[3] mengatakan
bahwa Indonesia yang merupakan negara kepulauan
terbesar di dunia memiliki potensi alam yang sangat besar dan berlimpah baik
kuntungan yang bisa diperoleh di wilayah pesisir dan maupun kelautan, apabila
potensi maritim dikelola dengan baik maka nilai ekonomi yang diperoleh bisa
mencapai + 1,2 milyar USD / tahun atau setara dengan Rp 14.280
trilyun/tahun (kurs 2014) yang mampu menciptakan lapangan kerja untuk
40.000.000 juta orang.
Tak dapat dibayangkan betapa majunya bangsa
ini jika 40.000.000 orang penduduk Indonesia menerima manfaat dari kelautan.
Jika hal itu terwujud maka akan sulit mencari orang miskin di Indonesia, sangat
berbeda dengan kondisi sekarang yang lebih mudah menemukan orang miskinnya
daripada orang kaya. Tentu, bahwa parameter kaya atau tidaknya seseorang
bukanlah terletak pada materi, namun bagaimana jika baik secara materi maupun
jiwa sama-sama miskin, hal inilah urgensi pendidikan bahari berbasis akhlak
sehingga secara moral, etika dan jiwa memiliki pribadi luhur, yang mana hal
tersebut dapat menjadi magnet untuk mendatangkan materi dan keberkahan.
Pendidikan dan pembangunan SDM bukan hanya
sesuatu yang vital, tetapi merupakan persoalan hidup dan matinya masa depan
suatu bangsa[4]
ungkapan demikian menunjukan bahwa pendidikan bahari sudah sangat mendesak
untuk segera diberlakukan dalam semua jenjang pendidikan secara nasional. Dalam
hal ini, kementerian pendidikan nasional dapat bersinergi dengan Menko
Kemaritiman, Menteri Kelautan, dan institusi yang selama ini konsen dengan
Kelautan, seperti TNI Angkatan Laut bersama Yayasan Hang Tuah.
Yang perlu disadarkan bukan segelintir orang
atau lembaga secara eksklusif, atau bangsa untuk saat ini, namun perlu
menyadarkan dan membangun generasi mendatang, hal itu merupakan hal yang sangat
penting sebab hal itu menentukan “hidup dan matinya masa depan suatu bangsa.”
Sebelumnya
bangsa kita lebih memandang sudut kontinental, akibatnya tidak heran jika
sektor kelautan Indonesia tertinggal jauh, janganlah dibandingkan dengan
kemajuan Singapura, Korea atau Jepang, dibandingkan dengan Thailand dan Vietnam
saja, Indonesia masih tertinggal.
Jika
dilihat dari potensi kelautan negara tersebut kalah jauh, namun kenapa dalam
pemanfaatannya Indonesia tertinggal dibandingkan mereka.
Indikator Rendahnya
Pengelolaan Laut NKRI
Saat ini wilayah pesisir dan penduduk
pulau-pulau kecil tak ubahnya seperti desa tertinggal, tidaklah heran jika
mereka selalu dikonotasikan sebagai penduduk terpencil, tertinggal, miskin, dan
tradisional (jika tidak ingin dikatakan primitif). Di sisi lain, biaya hidup
yang tinggi sebagai resiko dari buruknya moda transportasi laut semakin
memperlebar jurang kesenjangan sosial.
Akibat dari kita yang tidak mampu
memberdayakan kelautan maka: Terjadi disparitas dan kesenjangan harga jasa, dan
material di wilayah NKRI yang begitu tajam antara wilayah barat dan timur,
antara pulau jawa dengan pulau-pulau terdepan dan wilayah-wilayah perbatasan.[5]
Hal itu diakibatkan oleh terlantarnya potensi yang diakibatkan oleh acuh tak
acuh dari para pemangku kebijakan (stakeholder).
Hal ini akan berbanding terbalik apabila laut
Indonesia yang luasnya 2/3 wilayah Asia Tenggara dikelola dengan baik, dimenej,
edukasi yang berkesinambungan, kerjasama secara harmoni, promosi, dan membangun
semangat bahari maka kelautan akan memberikan keuntungan yang tidak akan ada
habisnya.
Pengembangan sektor-sektor ekonomi kelautan
wilayah pesisir, pulau-pulau kecil dan lautan akan menciptakan pusat-pusat
pertumbuhan ekonomi (kemakmuran) baru yang menyebar secara proporsional di
seluruh wilayah NKRI.[6]
Mengantisipasi
Ancaman Disintegrasi Bangsa
Pada saat ini, ancaman disintegrasi bangsa
merupakan hal yang paling ditakutkan oleh bangsa ini. Setelah timor timur,
disusul Sipadan dan Ligitan lepas dari pangkuan ibu pertiwi. Maka wawasan
bahari akan menjawab kekhawatiran tersebut. Pulau-pulau yang terlantar akan
berubah menjadi pulau penuh pesona dan menjadi daya tarik wisatawan dan investor.
Sebenarnya banyak penyebab disintegrasi oleh kecemburuan ekonomi atau
kesenjangan sosial, maka melalui pendidikan bahari akan tercipta pembangunan
individu untuk memanfaatan potensi alam sebagai sumber kemajuan wilayahnya,
pulau-pulau Indonesia akan menjelma menjadi mutiara-mutiara yang menjadi
destinasi wisata unggulan dan sumber pemasukan kas negara.
Di dalam handbook Pendidikan Misi
Maritim Yayasan Hang Tuah[7] disebutkan
bahwa apabila wawasan bahari sudah menjadi kepribadian bangsa maka akan tercipta pusat-pusat pertumbuhan (ekonomi dan sosial) yang menyebar merata hingga ke pulau-pulau
terdepan dan wilayah perbatasan sekaligus akan menciptakan sabuk pengaman (security belt) yang akan memperkokoh
NKRI
Apa yang ada di depan kita adalah tanggung-jawab
untuk mengelolanya
Lautan
yang luas terbentang, garis pantai terpanjang di dunia, adalah karunia yang ada
di depan mata.
Apa
yang ada di depan kita maka itulah yang harus kita lakukan, kita garap,
dikelola, dimaksimalkan, dan mendatangkan keuntungan sebanyak-banyaknya untuk
kebaikan orang banyak.
Kita
tidak bisa memasrahkannya atau menyerahkan tanggung jawab kelautan kepada
generasi penerus, sebab mereka juga sebenarnya sedang menunggu karya kita
sebagai inspirasi di masa depan.
Kontribusi
kita adalah sekarang, saat ini. Yang menjadi punya kita adalah sekarang ini,
esok bukan milik kita, namun apabila kita melakukan yang terbaik hari ini maka
besok pun kita akan tetap memberikan manfaat dan mampu memberikan tongkat
estafet ke generasi masa depan dengan dada tegak sebagai perwujudan bahwa kita
saat ini telah memberikan konsep, visi dan misi, serta implementasi bahari
sebagai tonggak menuju kejayaan laut nusantara.
Sering
terjadi dimana terjadi saling lempar tanggung-jawab tentang otoritas mana mana
yang paling bertanggung-jawab terhadap merosotnya kualitas wawasan kelautan
bangsa Indonesia.
Lembaga
yang satu melemparkan tanggung-jawab kepada lembaga yang lain, demikian juga
yang terjadi antar individu.
Jawabannya
adalah terletak kepada diri sendiri, apa yang sudah diberikan atau apa yang
akan kita berikan dalam rangka peningkatan wawasan bangsa terhadap kelautan
Indonesia.
Tidak
cukup dengan apa yang diangankan namun yang terpenting adalah apa yang telah
dilakukan.
Pendekatan Pendidikan di dalam Mengelola Laut
Nusantara
Punya
banyak (potensi laut) namun tak bermanfaat maka ia adalah kecil. Punya sedikit
(potensi laut) namun memberi banyak manfaat maka ia adalah besar. Bagaimana
dengan Indonesia yang memiliki potensi laut yang sangat besar? Apakah akan menjadi
negara besar atau negara terbelakang?
Pendidikan
merupakan cara yang terbukti efektif di dalam menumbuhkan kesadaran secara
kolektif maupun personal, apalagi penataan wawasan kebangsaan ke arah wawasan
maritim maka pendekatan pendidikan merupakan keniscayaan.
Generasi
sekarang sekarang sedang mengalami krisis identitas diri. Secara wawasan
kebangsaan dan budaya mereka tercerabut tak tahu arah tujuan. Identitas sebagai
bangsa kelautan seringkali baru bersifat wacana dalam lingkup sangat terbatas.
Krisis identitas kebangsaan adalah diakibatkan oleh derasnya informasi global
yang hedonis dan fiksi, tak adanya figur, berperilaku bebas tanpa terkendali,
sebagaimana disebutkan dalam buku Kebudayaan
dan Pendidikan:
Memudarnya
nilai budi pekerti peserta didik adalah diakibatkan oleh: Pertama, perkembangan
dunia maya; kedua, krisis tauladan dari senior dalam berperilaku sosial;
ketiga, kebebasan berperilaku tanpa terkendali.[8]
Wawasan
kebaharian apabila dilakukan melalui pendekatan pendidikan maka proses yang ditempuh
kokoh, pondasi tertanam dengan kuat, dan mempengaruhi perilaku, sebab di dalam
belajar terdapat latihan dan pengalaman. Morgan di dalam bukunya Introduction to Psychology (1978)
menyatakan bahwa belajar adalah setiap perubahan yang relatif mantap dalam
tingkah laku yang terjadi sebagai hasil dari latihan atau pengalaman.[9]
Secara
umum pendidikan memiliki 4 unsur, yakni spiritual, pembentukan kepribadian,
skill, dan sehat jasmani dan rohani. Prof. Dr. Made Pidarta, di dalam bukunya Landasan Kependidikan, menyebutkan bahwa
Indikator tujuan pendidikan terbagi ke dalam empat kelompok, yaitu:
1.
Hubungan
dengan Tuhan, beriman dan bertakwa
2.
Pembentukan
kepribadian, mencakup: budi pekerti luhur, berkepribadian, mandiri, maju,
tangguh, cerdas dan kreatif.
3.
Bidang
usaha, mencakup: terampil, disiplin, beretos kerja, profesional,
bertanggung-jawab, dan produktif.
4.
Bidang
kesehatan, mencakup kesehatan jasmani dan rohani[10]
Selaras
dengan hal di atas bahwa Ilmu kebaharian sangat menekankan aspek spiritualitas
atau religiusitas, melalui aspek tersebut dapat dipastikan akan mampu membentuk
jiwa bahari yang berkualitas, profesional, trampil, dan tangguh.
Negara
perlu memfasilitasi agar bangsanya dapat menyadari dan menghargai potensi
maritim negerinya sendiri. Pendidikan sekolah yang memberikan asupan ilmu
kebaharian seyogyanya menjadi kewajiban pemerintah di dalam
menyelenggarakannya, di sisi lain kewajiban dan hak warga negara adalah dapat
mengetahui, mempelajari, mengkaji, dan mengembangkan hal-hal yang berkaitan dengan
kemaritiman. Dengan sendirinya, apabila sekolah kemaritiman telah
diselenggarakan pemerintah maka sekolah memiliki kewajiban memberikan pelayanan
kepada masyarakat di dalam mendidik warga negara, seperti dinyatakan Hasbullah
dalam bukunya Dasar-Dasar Ilmu Pendidikan
(2006), ia menulis bahwa sekolah merupakan perangkat yang berkewajiban
memberikan pelayanan kepada masyarakat dalam mendidik warga negara.[11]
Yayasan Hang Tuah,
Misi Edukasi Bahari
Tahun
2014 setelah Yayasan Hang Tuah telah mampu mengelola 127 Satuan Pendidikan,
untuk lebih memperluas dalam memperkenalkan wawasan bahari, pada tahun 2014
Yayasan Hang Tuah mendirikan sekolah di sidoarjo, yaitu SMA 5 Hang Tuah,
sekolah ini diproyeksikan menjadi sekolah unggulan. Sekarang sudah operasional.
Ruang belajar lengkap. Terdiri dari dua jurusan yaitu kelas IPA, kelas IPS,
sarana pendukung yaitu perpustakaan, kantin, tempat ibadah dan tempat parkir,
SMA Hang Tuah 5, diproyeksikan menjadi sekolah SMA Hang Tuah unggulan di
Wilayah Timur.
Sekolah
Hang Tuah bukan sekedar nama namun memberi makna. Makna yang manfaatnya
dirasakan oleh bangsa ini. Dirasakan oleh keluarga kita sendiri, kemudian
masyarakat, dan bangsa pada umumnya.
Siapa Itu Hang Tuah?
Nama
Hang Tuah diambil dari nama panglima angkatan laut pada jaman kerajaan di Riau,
kerajaannya meliputi Sumatera dan Malaysia. Dulu sumatera bagian utara dan
malaysia berada dalam satu kerajaan, namun kemudian keduanya terpisah di saat
Inggris menjajah Malaysia dan Belanda menjajah Sumatera. (Sebagai catatan, adapun
kerajaan Majapahit melingkupi semuanya, demikian juga di era Sriwijaya).
Secara
literatur, sejarah bahari Indonesia amat sangat terbatas, jika tidak dikatakan
miskin. Untuk menelusuri catatan-catatan sejarah lebih banyak ditemukan di
Belanda.
Masa
penjajahan belanda merupakan masa "melumpuhkan" wawasan maritim
bangsa Indonesia. Dapat dipahami, jika bangsa Indonesia dikenalkan dengan dunia
bahari maka tidak mungkin negeri Belanda yang luasnya tak lebih dari luas jawa
tengah dapat bertahan 350 tahun menjajah Indonesia yang memiliki geografis yang
sangat luas.
Semenjak
masa kerajaan di dihilangkan oleh penjajah Belanda maka mulai saat itu bangsa
Indonesia dijauhkan dari wawasan kebaharian. Selama berabad-abad jiwa maritim
bangsa dibuat mati suri. Bahkan nyaris wawasan tersebut punah jika saja tidak
ada para pioner bahari yang tekun dan pantang menyerah disertai dedikasi dan
idealisme bahwa bangsa harus bangun dari tidur panjang, harus membuka diri dari
realitas yang sebenarnya bahwa laut Indonesia itu ada, bahwa laut Indonesia itu
sangat luas, laut kita dapat disejajarkan dengan kekuatan negara-negara adidaya
bahkan dapat lebih besar dari mereka.
Sejarah
itu masa lalu, kemudian kita ambil untuk membangkitkan semangat generasi yang
akan datang.
Jika
kita mempelajari sejarah, menunjukan bahwa sejarah bahari bangsa Indonesia
menorehkan tinta emas. Telah banyak para pelaut ulung dan panglima laut yang
hebat
Data dan Fakta Sekolah yang berada di bawah Yayasan Hang Tuah
Berdasarkan catatan
yang diperoleh dari Ketua Umum Yayasan Hang Tuah Pusat, Laksda TNI (Purn)
Sugiono SE disebutkan bahwa hingga tahun 2014, YHT memiliki 127 sekolah dengan
rincian PG sebanyak 5 sekolah, TK sejumlah 62 sekolah, SD ada 23 sekolah, SMP
sejumlah 17 sekolah, SMA sebanyak 10 sekolah, dan SMK sebanyak 10 sekolah.
Total anak didik sebanyak 29.939 orang, jumlah guru 1.753 orang, jumlah TU
sebanyak 309 orang, dan pesuruh sejumlah 501 orang.[12]
Sekolah yang berada
di bawah naungan Yayasan Hang Tuah tersebar dari Sabang sampai Papua, sekolah didirikan
baik di pulau-pulau besar maupun di pulau-pulau kecil. Di bawah ini adalah
sekolah-sekolah yang berada di bawah Yayasan Hang Tuah.
Pulau
Sumatera dan sekitarnya
1.
Sabang (TK 1, SMK
1)
2.
Belawan (TK 2, SD
2, SMP 2,
SMA
1, SMK 2)
3.
Dumai (TK 1)
4.
Batam (TK 1)
5.
TG Uban (TK 1,
SMK 1)
6.
Padang (TK 1, TK
1 sbl)
7.
TB Karimun (TK 1)
8.
TB Karimun (TK 1)
9.
Bengkulu (TK 1)
10.
Lampung (TK 2,
SMP 1, SMA 1,
SMK
1)
11.
Panjang (TK 1)
Pulau
Kalimantan
1.
Pontianak (TK 1)
2.
Tarakan (TK 1,
SMA 1)
3.
Balikpapan (TK 1)
4.
Banjarmasin (TK
1)
Pulau
Sulawesi
1.
Manado (TK 2, SMP
2)
2.
Kendari (TK 1)
3.
Makassar (TK1,
SD1, SMP1, SMA1)
|
Pulau
Maluku
1.
Ambon (TK 1, SD
2, SMP 1)
Papua
1.
Jayapura (TK 1)
2.
Biak (TK 1)
3.
Tual (TK 1)
4.
Timika (PG 1, TK
1)
Pulau
Jawa
1.
Jakarta (TK 9, SD
8, SMP 6,
SMA
1, SMK 3)
2.
Cirebon (TK 1)
3.
Tegal (TK 1)
4.
Semarang (TK 1)
5.
Cilacap (PG 1, TK
1)
6.
Surabaya (PG 2,
TK 14, SD 9,
SMP
4, SMA 3, SMK 2)
7.
B. Poron (TK 1)
8.
Malang (TK 1)
9.
Banyuwangi (PG 1,
TK 1)
NTT
dan sekitarnya
1.
Mataram (TK 1,
SMA 1)
2.
Kupang (TK 1)
|
Sumber:
Laksda TNI
(Purn) Sugiono SE, Pendidikan Misi
Maritim, Handbook Yayasan Hang Tuah, Jakarta, 2014.
Peranan Guru Kebaharian
Peranan
guru sangat penting di dalam memahamkan ilmu kebaharian yang disesuaikan dengan
pemahaman anak didik. Di samping itu, faktor ikhlas, keteladanan, dedikasi, dan
semangat guru merupakan bagian tak terpisahkan dari sukses tidaknya
pembelajaran ilmu bahari. Keikhlasan dari guru akan memberikan bekas mendalam
terhadap murid.
Pengajar
perlu menyampaikan ilmu kebaharian secara kreatif untuk memudahkan pemahaman
terhadap anak didik. Tentunya, hal itu dibutuhkan buku bahan ajar yang kreatif,
inspiratif, simpel, dan disesuaikan dengan kemampuan berpikir anak didik. Yang
terpenting itu membuka persepsi dulu adapun penguasaan tentang teori dan
teknologi dapat dilaksanakan setelah proses pembentukan persepsi dilaksanakan.
Yayasan Hang Tuah mempunyai cita-cita yang
mulia, yakni membentuk jiwa bahari dan memperkenalkan potensi maritim Indonesia
kepada anak didik, calon generasi penerus bangsa, yaitu dengan pendekatan
pendidikan, dimulai dari jenjang TK/Playgroup, SD, SMP, dan SMA. Sebuah
cita-cita yang mulia dan impelementasi yang nyata yang sepatutnya mendapat
dukungan dari seluruh komponen bangsa Indonesia sebagai investasi dan
memberikan optimisme bahwa di masa depan kejayaan bahari nusantara akan dapat
kembali direngkuh oleh negeri kita Indonesia.
Jakarta, 30 Juni
2015
Penulis:
Dudi
Akasyah
Guru
SMK Pelayaran Jakarta Raya
HP
085-222-777-235
Alamat
Rumah:
Vila
Gading Indah Blok A2 no.8,
Jl.
Boulevard Gading Raya,
Kelapa
Gading Barat
[1] Laksda TNI (Purn) Sugiono SE, Pendidikan Misi Maritim, Handbook ,Yayasan
Hang Tuah Tahun 2014
[2] i b i d
[3] i b i d
[4] i b i d
[5] i b i d
[6] i b i d
[7] i b i d
[8]
Muhammad
Rosyid, MPd, Kebudayaan dan Pendidikan, Cet.
1, Yogyakarta: Idea Press Yogyakarta, 2009. Hlm 125
[9] Morgan, Introduction to Psychology, 1978
[10] Prof. Dr. Made
Pidarta, Landasan Kependidikan,
Jakarta: PT Rineka Cipta, t.t.hlm. 11
[11] Hasbullah,
Dasar-Dasar Ilmu Pendidikan, Edisi
Revisi 5, Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2006. Hlm 47.
[12] Laksda TNI (Purn) Sugiono SE. op.cit.
Langganan:
Postingan (Atom)