Rabu, 11 Mei 2016

sejarah desa wanahayu

SEJARAH DESA WANAHAYU

Oleh: Cecep Dudi Akasyah

Wanahayu berasal dari dua suku kata, yaitu Wana dan Ayu. Wana artinya Hutan, kebun, perkebunan (inggris=park, arab=jannah). Ayu artinya cantik (inggris=beauty atau arab=jamiilah), indah, asri, alami, atau pesona. Hutan yang indah, perkebunan yang asri nan sejuk. Dengan demikian, Wanahayu artinya Kebun yang indah (beautiful park, aljannatul jamiilah).
Dalam sejarahnya, Wanahayu memiliki tradisi agama Islam yang kuat, hal ini ditandai dengan adanya makam keramat ulama, makam kabuyutan. Keberadaan Wanahayu sudah cukup tua jika dilihat dari rentetan sejarah di Indonesia.
Salah satu buktinya adalah akses jalan Wanahayu yang sangat tua, hampir sejajar dengan sejarah kerajaan-kerajaan di Jawa Barat yang notabene termasuk sejarah tua di Indonesia. Jalan Wanahayu merupakan akses jalan yang menghubungkan kerajaan di wilayah Rajagaluh, Majalengka, Talaga, Kuningan, Ciamis, Tasikmalaya, Sumedang Larang. Daerah Wanahayu merupakan jalur penting yang menghubungkan wilayah tersebut.
Penduduk Wanahayu merupakan pendudukan yang sudah menetap lama. Banyak saksi hidup masih suka menceritakan Ratu Wihelmina (Belanda), masa Jepang, hingga setelah masa kemerdekaan.
Kenapa, hanya di sini yang disebut Wanahayu? Jika kita menelusuri dari arah Majalengka, kemudian Maja, setelah itu menelusuri jalan cukup jauh, sepanjang itu sangat sulit ditemukan air, misalnya sepanjang jalan cikebo tak jua dijumpai air (mata air), namun ketika memasuki Wanahayu (Blok Minggu dan Blok Saptu, Babakan) maka disana ditemukanlah mata air. Hutan atau kebun akan terasa sangat indah jika memiliki mata air.
Di Wanahayu, ketersediaan air telah mencukupi sehingga tidak harus meminta (ngulur) ke desa lain atau kampung tetangga, hal inilah kenapa disebut hutan yang indah (Wanahayu).
Dalam sejarah di wilayah mana pun, bahkan negara sekali pun, faktor ketersediaan air selalu menjadi faktor utama. Di negara-negara gurun pasir, dimana ada mata air maka di situ berdiri kampung atau kota. Di Afrika, sepanjang sungai nil berdiri kota-kota besar, demikian juga di Bagdad (Iraq) kota tersebut diapit oleh sungai Tigris dan Efrat.
Jalur dari Desa Maja menuju ke arah Talaga, terdapat perjalanan yang susah air (setelah dusun karang sari dan sepanjang cikebo) sehingga saat menjumpai Wanahayu tampaklah mata air yang segar yang dapat mencukupi kebutuhan sehari-hari, sehingga sebutan yang elok yaitu kebun indah (wanahayu) disematkan padanya.
Nama Wanahayu merupakan nama indah dan unik, kenapa? Indah dilihat dari paduan kata dan unik sebab nama "Desa Wanahayu" tak ada nama kembar di desa yang ada di Indonesia (apalagi dunia), nama Desa Wanahayu merupakan nama yang "khas" untuk menunjukan suatu wilayah di desa yang kita cintai ini.
Sebelum jaman Belanda, di Wanahayu ini terdapat para ulama yang mensyiarkan Islam. Hal ini didukung juga oleh berlalu-lalangnya para pensyiar agama Islam dari berbagai kerajaan di Jawa Barat yang melakukan rihlah (perjalanan) dan dakwah, jalur Wanahayu juga merupakan jalur (jalan) utama wilayah yang mengelilingi gunung Ciremai, disamping jalur penghubung antara Cirebon, Ciamis, Tasik, dan sekitarnya.
Pada jaman Belanda, Wanahayu sudah eksis, bahkan dari jaman Sunan Gunung Jati Cirebon, Wanahayu sudah ada dan menjadi jalur penting penyebaran Islam di wilayah Jawa Barat.
Memang perlu penelitian lebih lanjut untuk mengetahui secara lebih detail, termasuk penanggalan berdasarkan korelasi dengan prasasti atau peninggalan kuno. Di Wanahayu, secara kasat mata, sedikitnya ada empat fakta yang dapat diteliti, yaitu: (1) Berapa kepadatan tanah yang digunakan jalan raya, sebab jalan tersebut berusia sangat tua (2) Terdapat "Sasak Bodas" di Blok Minggu, berapa usia jembatan tersebut (3) Terdapat tugu di pilar (di atas bukit blok Saptu) perlu ditelusuri. (4) Makam Cikabuyutan, perlu ditelusuri saksi hidup atau dari sumber yang lain.
Intinya, Desa Wanahayu merupakan wilayah dakwahnya para wali, para ulama, para ajengan, para santri, sepatutnya bagi generasi penerus untuk melanjutkan amanah dari agama Islam.
Wilayah Jawa Barat termasuk provinsi yang kuat ajaran Islamnya maka sudah sepantasnya jika generasi penerusnya berpegang teguh kepada ajaran-ajaran Islam. Taat solat, rajin ngaji, jauhi maksiyat sareng rajin sodakoh.

Wallahu a'lam bish showab

Cecep Dudi Akasyah bin Haji Ihsan Fauzan
Diserat dina Sasih Rewah, sakedap deui Bulan Puasa. (Bulan Sya'ban, menjelang Ramadhan)

Selasa, 27 Oktober 2015

misi edukasi bahari, ilmu kebaharian


MISI EDUKASI BAHARI


Dudi Akasyah, MSi.
Guru pada SMK Pelayaran Jakarta Raya
Yayasan Hang Tuah


Kejayaan Bangsa di Depan Mata
Kejayaan Indonesia sebenarnya telah ada di depan mata, yaitu laut Indonesia. Secara geografis kelautan juga sudah membuktikan bahwa Indonesia merupakan negara yang memiliki garis pantai terpanjang di dunia.
Realitas ini seharusnya menjadi pemicu optimisme dan implementasi guna mewujudkan Indonesia sebagai negara besar dan negara maju.
Tidak mungkin penduduk Indonesia didera kemiskinan apabila melihat fakta potensi laut yang luasnya berkali-lipat daratan Indonesia.
Sebagaimana yang disampaikan oleh Prof Rohmin Dahuri, fakar ilmu kelautan dan perikanan, bahwa apabila potensi kelautan ditangani secara serius maka dalam jangka waktu 5 tahun, Indonesia akan keluar dari status negara berkembang menjadi negara maju. Indonesia akan keluar dari kondisi stagnan sebagai negara berkembang, menjadi negara maju yang berpendapatan tinggi di atas 12.000 USD per tahun." demikian pernyataan Prof. Rohmin Dahuri, pada hari kamis 25 September 2014 sebagaimana dilansir www.beritasatu.com.
Pendapat di atas adalah hal yang paling rasional sebab berlandaskan kepada fakta berlimpahnya sumber daya kelautan yang hingga kini belum mendapatkan penanganan serius pemerintah.
Sebenarnya banyak diskursus pemberdayaan alam dalam sektor yang lain, namun pengelolaan kelautan merupakan fakta kekayaan alam yang terbesar yang dimiliki Indonesia.
Jawabannya hanya ada dua kemungkinan, ditangani oleh bangsa Indonesia atau asing. Apabila tidak segera dikelola oleh anak bangsa maka asing dengan berbagai cara akan menjamahnya. Di sisi lain, jangan sampai laut Indonesia seperti "sungai" di Jakarta, sungai yang ada bukannya dikelola sehingga menjadi daya tarik pariwisata dan manfaat lainnya, melainkan menjadi sumber penyakit karena limbah polusi dan tempat tumpukan sampah. Laut Indonesia jika tidak ditangani akan menjadi tempat pencurian ikan dan limbah polusi dari kapal-kapal asing yang berlalu-lalang.
Lemahnya pengelolaan pemerintah juga ditunjukan dengan masih minimnya sarana transportasi laut, padahal transportasi laut merupakan andalan ekspor impor komoditi perdagangan suatu bangsa. Sebagai contoh, Prof. Rokhmin Dahuri mengatakan bahwa mengirim barang dari Jakarta ke Surabaya biayanya bisa du kali lipat lebih mahal daripada mengirim barang dari Singapura ke Los Angeles (Amerika Serikat). Setidaknya hampir 15 miliar dolar Amerika Serikat per tahun diambil oleh kapal asing karena Indonesia tidak mampu," demikian keterangan dari Prof. Rokhmin Dahuri. Yang tak kalah memperihatinkannya adalah sektor perekonomian kelautan Indonesia masih tertinggal oleh negara tetangga. Padahal potensi laut mereka tak ada apa-apanya dibandingkan potensi laut Indonesia.
Menurut Prof. Rokhmin, Indonesia tertinggal oleh negeri tetangga karena sektor ekonomi kelautannya mencatat biaya logistik sebesar 27 persen dari Produk Domestik Bruto atau sekitar 1.822 trilyun per tahun yang disebabkan oleh kurang tersedianya infrastruktur transportasi laut. Tata kelola tidak hanya berlaku dalam aktifitas di daratan, namun tata kelola perlu dilakukan dalam dunia kelautan, dan Indonesia membutuhkan tata kelola untuk mendayagunakan kekayaan laut yang berlimpah.
Pemerintah sebagai pemangku kebijakan memiliki peranan yang sangat menentukan guna mengarahkan paradigma berpikir bangsa terhadap pemberdayaan kelautan secara nasional. Peranan pemerintah pusat akan mampu memberdayakan 33 provinsi, di sisi lain pembinaan generasi penerus dilakukan melalui pembelajaran ilmu kebaharian secara berkesinambungan, yakni melalui pendidikan.
Indonesia dan Asia Tenggara
Sebagai bahan interospeksi yang sangat berharga bagi kita bahwa di kawasan Asia Tenggara wilayah Indonesia mencakup 2/3 wilayah Asia Tenggara. Hal ini berarti 25 persen dari potensi laut asia Tenggara dibagi oleh sepuluh negara di Asia Tenggara (kecuali Indonesia yang memiliki potensi laut 75 persen). Sebagaimana ditulis dalam Handbook Pendidikan Misi Maritim Yayasan Hang Tuah Tahun 2014 yang ditulis Laksda TNI (Purn) Sugiono SE, disebutkan bahwa 2/3 wilayah NKRI adalah berupa laut, luas wilayah 5,8 juta km2, hal ini menunjukan bahwa luas perairan Indonesia melingkupi 2/3 luas perairan Asia Tenggara. Terdiri dari 17.500 pulau-pulau besar dan kecil. Garis pantai lebih dari 81.000 km memiliki potensi SDA yang sangat beragam dan besar.
Jumlah pulau yang mencapai 17.500 pulau merupakan potensi yang sangat bernilai apabila dapat dikelola dengan sebaik-baiknya. Pantainya yang indah sebagai sentral pariwisata, potensi alamnya, peluang transportasi laut, sangat disayangkan apabila komponen bangsa masih belum menyadarinya.
Garis pantai yang panjangnya mencapai 81.000 km nyaris belum ditangani secara serius, padahal panorama alamnya, keunikan serta keasriannya tak ada bandingnya dibandingkan dengan destinasi wisata internasional yang ditawarkan selama ini. Kita kalah promosi dan mati kreatifitas yang kesemuanya bersumber dari “ditutupnya” pendidikan maritim selama berabad-abad lamanya.
Ironisnya, pemasukan dari potensi laut yang diterima oleh negara sangat minim. Pemanfaatan laut Indonesia masih kalah di bandingkan negara tetangga seperti Thailand dan Vietnam, apalagi jika dibandingkan dengan Singapura. Kita bandingkan dengan negara tetangga, Singapura yang hanya memiliki luas 16 mil2, ia mampu mengelola kelautan dengan manajemen yang baik, ia bisa menguasai pelayaran Indonesia bahkan pelayaran dunia, mereka juga menguasai jalur kontrol penerbangan kita. Untuk memperkuat sektor maritim, Singapura memanfaatkan perannya dengan mengoptimalkan kapal-kapal niaga beserta kebutuhannya, mereka juga berani membangun hubport terbesar dan tercanggih di dunia.[1]
Indonesia memiliki wilayah luas laut yaitu 93.000 km2 dan memiliki luas ZEE 6.159.032 km2 melihat kondisi tersebut tidak syak lagi bahwa jalur tersebut akan menjadi sumber pemasukan negara yang menggiurkan semua negara. Namun apa yang terjadi dengan Indonesia? Ternyata masih disia-siakan. Hingga kini kontribusi ekonomi kelautan kita terhadap PDB masih rendah + hanya 22 % Sebagai contoh dalam hal perolehan ikan, data menunjukan bahwa Potensi ikan tangkap per tahunnya adalah 6.520,2 jt ton, namun  namun tingkat pemanfaatannya baru 5,71 jt ton per tahun yakni tidak lebih dari 0,08% per tahunnya[2] Tentu, bahwa peluang dunia bahari tidak hanya dalam hal penangkapan ikan namun terdapat potensi yang tak kalah pentingnya misalnya pemanfaatan jalur/jasa transportasi laut.
Persentase di atas menunjukan bahwa perhatian negara masih “sangat amat” minim, yakni hanya 0,008 persen. Sebenarnya bukan hanya negara namun bangsa pun perlu “dibangunkan” bersama-sama, dan hal itu hanya bisa dilakukan melalui pendidikan intensif secara nasional dan dilakukan secara berkelanjutan.
Pakar kelautan Prof. Rokhmin Dahuri, sebagaimana dikutip Handbook Pendidikan Misi Maritim Yayasan Hang Tuah[3] mengatakan bahwa Indonesia yang merupakan negara kepulauan terbesar di dunia memiliki potensi alam yang sangat besar dan berlimpah baik kuntungan yang bisa diperoleh di wilayah pesisir dan maupun kelautan, apabila potensi maritim dikelola dengan baik maka nilai ekonomi yang diperoleh bisa mencapai + 1,2 milyar USD / tahun atau setara dengan Rp 14.280 trilyun/tahun (kurs 2014) yang mampu menciptakan lapangan kerja untuk 40.000.000 juta orang.
Tak dapat dibayangkan betapa majunya bangsa ini jika 40.000.000 orang penduduk Indonesia menerima manfaat dari kelautan. Jika hal itu terwujud maka akan sulit mencari orang miskin di Indonesia, sangat berbeda dengan kondisi sekarang yang lebih mudah menemukan orang miskinnya daripada orang kaya. Tentu, bahwa parameter kaya atau tidaknya seseorang bukanlah terletak pada materi, namun bagaimana jika baik secara materi maupun jiwa sama-sama miskin, hal inilah urgensi pendidikan bahari berbasis akhlak sehingga secara moral, etika dan jiwa memiliki pribadi luhur, yang mana hal tersebut dapat menjadi magnet untuk mendatangkan materi dan keberkahan.
Pendidikan dan pembangunan SDM bukan hanya sesuatu yang vital, tetapi merupakan persoalan hidup dan matinya masa depan suatu bangsa[4] ungkapan demikian menunjukan bahwa pendidikan bahari sudah sangat mendesak untuk segera diberlakukan dalam semua jenjang pendidikan secara nasional. Dalam hal ini, kementerian pendidikan nasional dapat bersinergi dengan Menko Kemaritiman, Menteri Kelautan, dan institusi yang selama ini konsen dengan Kelautan, seperti TNI Angkatan Laut bersama Yayasan Hang Tuah.
Yang perlu disadarkan bukan segelintir orang atau lembaga secara eksklusif, atau bangsa untuk saat ini, namun perlu menyadarkan dan membangun generasi mendatang, hal itu merupakan hal yang sangat penting sebab hal itu menentukan “hidup dan matinya masa depan suatu bangsa.”
Sebelumnya bangsa kita lebih memandang sudut kontinental, akibatnya tidak heran jika sektor kelautan Indonesia tertinggal jauh, janganlah dibandingkan dengan kemajuan Singapura, Korea atau Jepang, dibandingkan dengan Thailand dan Vietnam saja, Indonesia masih tertinggal.
Jika dilihat dari potensi kelautan negara tersebut kalah jauh, namun kenapa dalam pemanfaatannya Indonesia tertinggal dibandingkan mereka.
Indikator Rendahnya Pengelolaan Laut NKRI
Saat ini wilayah pesisir dan penduduk pulau-pulau kecil tak ubahnya seperti desa tertinggal, tidaklah heran jika mereka selalu dikonotasikan sebagai penduduk terpencil, tertinggal, miskin, dan tradisional (jika tidak ingin dikatakan primitif). Di sisi lain, biaya hidup yang tinggi sebagai resiko dari buruknya moda transportasi laut semakin memperlebar jurang kesenjangan sosial.
Akibat dari kita yang tidak mampu memberdayakan kelautan maka: Terjadi disparitas dan kesenjangan harga jasa, dan material di wilayah NKRI yang begitu tajam antara wilayah barat dan timur, antara pulau jawa dengan pulau-pulau terdepan dan wilayah-wilayah perbatasan.[5] Hal itu diakibatkan oleh terlantarnya potensi yang diakibatkan oleh acuh tak acuh dari para pemangku kebijakan (stakeholder).
Hal ini akan berbanding terbalik apabila laut Indonesia yang luasnya 2/3 wilayah Asia Tenggara dikelola dengan baik, dimenej, edukasi yang berkesinambungan, kerjasama secara harmoni, promosi, dan membangun semangat bahari maka kelautan akan memberikan keuntungan yang tidak akan ada habisnya.
Pengembangan sektor-sektor ekonomi kelautan wilayah pesisir, pulau-pulau kecil dan lautan akan menciptakan pusat-pusat pertumbuhan ekonomi (kemakmuran) baru yang menyebar secara proporsional di seluruh wilayah NKRI.[6]
Mengantisipasi Ancaman Disintegrasi Bangsa
Pada saat ini, ancaman disintegrasi bangsa merupakan hal yang paling ditakutkan oleh bangsa ini. Setelah timor timur, disusul Sipadan dan Ligitan lepas dari pangkuan ibu pertiwi. Maka wawasan bahari akan menjawab kekhawatiran tersebut. Pulau-pulau yang terlantar akan berubah menjadi pulau penuh pesona dan menjadi daya tarik wisatawan dan investor. Sebenarnya banyak penyebab disintegrasi oleh kecemburuan ekonomi atau kesenjangan sosial, maka melalui pendidikan bahari akan tercipta pembangunan individu untuk memanfaatan potensi alam sebagai sumber kemajuan wilayahnya, pulau-pulau Indonesia akan menjelma menjadi mutiara-mutiara yang menjadi destinasi wisata unggulan dan sumber pemasukan kas negara.
Di dalam handbook Pendidikan Misi Maritim Yayasan Hang Tuah[7] disebutkan bahwa apabila wawasan bahari sudah menjadi kepribadian bangsa maka akan tercipta pusat-pusat pertumbuhan (ekonomi dan sosial)  yang menyebar merata hingga ke pulau-pulau terdepan dan wilayah perbatasan sekaligus akan menciptakan sabuk pengaman (security belt) yang akan memperkokoh NKRI
Apa yang ada di depan kita adalah tanggung-jawab untuk mengelolanya
Lautan yang luas terbentang, garis pantai terpanjang di dunia, adalah karunia yang ada di depan mata.
Apa yang ada di depan kita maka itulah yang harus kita lakukan, kita garap, dikelola, dimaksimalkan, dan mendatangkan keuntungan sebanyak-banyaknya untuk kebaikan orang banyak.
Kita tidak bisa memasrahkannya atau menyerahkan tanggung jawab kelautan kepada generasi penerus, sebab mereka juga sebenarnya sedang menunggu karya kita sebagai inspirasi di masa depan.
Kontribusi kita adalah sekarang, saat ini. Yang menjadi punya kita adalah sekarang ini, esok bukan milik kita, namun apabila kita melakukan yang terbaik hari ini maka besok pun kita akan tetap memberikan manfaat dan mampu memberikan tongkat estafet ke generasi masa depan dengan dada tegak sebagai perwujudan bahwa kita saat ini telah memberikan konsep, visi dan misi, serta implementasi bahari sebagai tonggak menuju kejayaan laut nusantara.
Sering terjadi dimana terjadi saling lempar tanggung-jawab tentang otoritas mana mana yang paling bertanggung-jawab terhadap merosotnya kualitas wawasan kelautan bangsa Indonesia.
Lembaga yang satu melemparkan tanggung-jawab kepada lembaga yang lain, demikian juga yang terjadi antar individu.
Jawabannya adalah terletak kepada diri sendiri, apa yang sudah diberikan atau apa yang akan kita berikan dalam rangka peningkatan wawasan bangsa terhadap kelautan Indonesia.
Tidak cukup dengan apa yang diangankan namun yang terpenting adalah apa yang telah dilakukan.
Pendekatan Pendidikan di dalam Mengelola Laut Nusantara
Punya banyak (potensi laut) namun tak bermanfaat maka ia adalah kecil. Punya sedikit (potensi laut) namun memberi banyak manfaat maka ia adalah besar. Bagaimana dengan Indonesia yang memiliki potensi laut yang sangat besar? Apakah akan menjadi negara besar atau negara terbelakang?
Pendidikan merupakan cara yang terbukti efektif di dalam menumbuhkan kesadaran secara kolektif maupun personal, apalagi penataan wawasan kebangsaan ke arah wawasan maritim maka pendekatan pendidikan merupakan keniscayaan.
Generasi sekarang sekarang sedang mengalami krisis identitas diri. Secara wawasan kebangsaan dan budaya mereka tercerabut tak tahu arah tujuan. Identitas sebagai bangsa kelautan seringkali baru bersifat wacana dalam lingkup sangat terbatas. Krisis identitas kebangsaan adalah diakibatkan oleh derasnya informasi global yang hedonis dan fiksi, tak adanya figur, berperilaku bebas tanpa terkendali, sebagaimana disebutkan dalam buku Kebudayaan dan Pendidikan:
Memudarnya nilai budi pekerti peserta didik adalah diakibatkan oleh: Pertama, perkembangan dunia maya; kedua, krisis tauladan dari senior dalam berperilaku sosial; ketiga, kebebasan berperilaku tanpa terkendali.[8]
Wawasan kebaharian apabila dilakukan melalui pendekatan pendidikan maka proses yang ditempuh kokoh, pondasi tertanam dengan kuat, dan mempengaruhi perilaku, sebab di dalam belajar terdapat latihan dan pengalaman. Morgan di dalam bukunya Introduction to Psychology (1978) menyatakan bahwa belajar adalah setiap perubahan yang relatif mantap dalam tingkah laku yang terjadi sebagai hasil dari latihan atau pengalaman.[9]
Secara umum pendidikan memiliki 4 unsur, yakni spiritual, pembentukan kepribadian, skill, dan sehat jasmani dan rohani. Prof. Dr. Made Pidarta, di dalam bukunya Landasan Kependidikan, menyebutkan bahwa Indikator tujuan pendidikan terbagi ke dalam empat kelompok, yaitu:
1.    Hubungan dengan Tuhan, beriman dan bertakwa
2.   Pembentukan kepribadian, mencakup: budi pekerti luhur, berkepribadian, mandiri, maju, tangguh, cerdas dan kreatif.
3.   Bidang usaha, mencakup: terampil, disiplin, beretos kerja, profesional, bertanggung-jawab, dan produktif.
4.   Bidang kesehatan, mencakup kesehatan jasmani dan rohani[10]
Selaras dengan hal di atas bahwa Ilmu kebaharian sangat menekankan aspek spiritualitas atau religiusitas, melalui aspek tersebut dapat dipastikan akan mampu membentuk jiwa bahari yang berkualitas, profesional, trampil, dan tangguh.
Negara perlu memfasilitasi agar bangsanya dapat menyadari dan menghargai potensi maritim negerinya sendiri. Pendidikan sekolah yang memberikan asupan ilmu kebaharian seyogyanya menjadi kewajiban pemerintah di dalam menyelenggarakannya, di sisi lain kewajiban dan hak warga negara adalah dapat mengetahui, mempelajari, mengkaji, dan mengembangkan hal-hal yang berkaitan dengan kemaritiman. Dengan sendirinya, apabila sekolah kemaritiman telah diselenggarakan pemerintah maka sekolah memiliki kewajiban memberikan pelayanan kepada masyarakat di dalam mendidik warga negara, seperti dinyatakan Hasbullah dalam bukunya Dasar-Dasar Ilmu Pendidikan (2006), ia menulis bahwa sekolah merupakan perangkat yang berkewajiban memberikan pelayanan kepada masyarakat dalam mendidik warga negara.[11]
Yayasan Hang Tuah, Misi Edukasi Bahari
Tahun 2014 setelah Yayasan Hang Tuah telah mampu mengelola 127 Satuan Pendidikan, untuk lebih memperluas dalam memperkenalkan wawasan bahari, pada tahun 2014 Yayasan Hang Tuah mendirikan sekolah di sidoarjo, yaitu SMA 5 Hang Tuah, sekolah ini diproyeksikan menjadi sekolah unggulan. Sekarang sudah operasional. Ruang belajar lengkap. Terdiri dari dua jurusan yaitu kelas IPA, kelas IPS, sarana pendukung yaitu perpustakaan, kantin, tempat ibadah dan tempat parkir, SMA Hang Tuah 5, diproyeksikan menjadi sekolah SMA Hang Tuah unggulan di Wilayah Timur.
Sekolah Hang Tuah bukan sekedar nama namun memberi makna. Makna yang manfaatnya dirasakan oleh bangsa ini. Dirasakan oleh keluarga kita sendiri, kemudian masyarakat, dan bangsa pada umumnya.
Siapa Itu Hang Tuah?
Nama Hang Tuah diambil dari nama panglima angkatan laut pada jaman kerajaan di Riau, kerajaannya meliputi Sumatera dan Malaysia. Dulu sumatera bagian utara dan malaysia berada dalam satu kerajaan, namun kemudian keduanya terpisah di saat Inggris menjajah Malaysia dan Belanda menjajah Sumatera. (Sebagai catatan, adapun kerajaan Majapahit melingkupi semuanya, demikian juga di era Sriwijaya).
Secara literatur, sejarah bahari Indonesia amat sangat terbatas, jika tidak dikatakan miskin. Untuk menelusuri catatan-catatan sejarah lebih banyak ditemukan di Belanda.
Masa penjajahan belanda merupakan masa "melumpuhkan" wawasan maritim bangsa Indonesia. Dapat dipahami, jika bangsa Indonesia dikenalkan dengan dunia bahari maka tidak mungkin negeri Belanda yang luasnya tak lebih dari luas jawa tengah dapat bertahan 350 tahun menjajah Indonesia yang memiliki geografis yang sangat luas.
Semenjak masa kerajaan di dihilangkan oleh penjajah Belanda maka mulai saat itu bangsa Indonesia dijauhkan dari wawasan kebaharian. Selama berabad-abad jiwa maritim bangsa dibuat mati suri. Bahkan nyaris wawasan tersebut punah jika saja tidak ada para pioner bahari yang tekun dan pantang menyerah disertai dedikasi dan idealisme bahwa bangsa harus bangun dari tidur panjang, harus membuka diri dari realitas yang sebenarnya bahwa laut Indonesia itu ada, bahwa laut Indonesia itu sangat luas, laut kita dapat disejajarkan dengan kekuatan negara-negara adidaya bahkan dapat lebih besar dari mereka.
Sejarah itu masa lalu, kemudian kita ambil untuk membangkitkan semangat generasi yang akan datang.
Jika kita mempelajari sejarah, menunjukan bahwa sejarah bahari bangsa Indonesia menorehkan tinta emas. Telah banyak para pelaut ulung dan panglima laut yang hebat
Data dan Fakta Sekolah yang berada di bawah Yayasan Hang Tuah
Berdasarkan catatan yang diperoleh dari Ketua Umum Yayasan Hang Tuah Pusat, Laksda TNI (Purn) Sugiono SE disebutkan bahwa hingga tahun 2014, YHT memiliki 127 sekolah dengan rincian PG sebanyak 5 sekolah, TK sejumlah 62 sekolah, SD ada 23 sekolah, SMP sejumlah 17 sekolah, SMA sebanyak 10 sekolah, dan SMK sebanyak 10 sekolah. Total anak didik sebanyak 29.939 orang, jumlah guru 1.753 orang, jumlah TU sebanyak 309 orang, dan pesuruh sejumlah 501 orang.[12]
Sekolah yang berada di bawah naungan Yayasan Hang Tuah tersebar dari Sabang sampai Papua, sekolah didirikan baik di pulau-pulau besar maupun di pulau-pulau kecil. Di bawah ini adalah sekolah-sekolah yang berada di bawah Yayasan Hang Tuah.

Pulau Sumatera dan sekitarnya
1.      Sabang (TK 1, SMK 1)
2.      Belawan (TK 2, SD 2, SMP 2,
SMA 1, SMK 2)
3.      Dumai (TK 1)
4.      Batam (TK 1)
5.      TG Uban (TK 1, SMK 1)
6.      Padang (TK 1, TK 1 sbl)
7.      TB Karimun (TK 1)
8.      TB Karimun (TK 1)
9.      Bengkulu (TK 1)
10.  Lampung (TK 2, SMP 1, SMA 1,
SMK 1)
11.  Panjang (TK 1)
Pulau Kalimantan
1.      Pontianak (TK 1)
2.      Tarakan (TK 1, SMA 1)
3.      Balikpapan (TK 1)
4.      Banjarmasin (TK 1)
Pulau Sulawesi
1.      Manado (TK 2, SMP 2)
2.      Kendari (TK 1)
3.      Makassar (TK1, SD1, SMP1, SMA1)
Pulau Maluku
1.      Ambon (TK 1, SD 2, SMP 1)
Papua
1.      Jayapura (TK 1)
2.      Biak (TK 1)
3.      Tual (TK 1)
4.      Timika (PG 1, TK 1)
Pulau Jawa
1.      Jakarta (TK 9, SD 8, SMP 6,
SMA 1, SMK 3)
2.      Cirebon (TK 1)
3.      Tegal (TK 1)
4.      Semarang (TK 1)
5.      Cilacap (PG 1, TK 1)
6.      Surabaya (PG 2, TK 14, SD 9,
SMP 4, SMA 3, SMK 2)
7.      B. Poron (TK 1)
8.      Malang (TK 1)
9.      Banyuwangi (PG 1, TK 1)
NTT dan sekitarnya
1.      Mataram (TK 1, SMA 1)
2.      Kupang (TK 1)
Sumber:  Laksda TNI (Purn) Sugiono SE, Pendidikan Misi Maritim, Handbook Yayasan Hang Tuah, Jakarta, 2014.
Peranan Guru Kebaharian
Peranan guru sangat penting di dalam memahamkan ilmu kebaharian yang disesuaikan dengan pemahaman anak didik. Di samping itu, faktor ikhlas, keteladanan, dedikasi, dan semangat guru merupakan bagian tak terpisahkan dari sukses tidaknya pembelajaran ilmu bahari. Keikhlasan dari guru akan memberikan bekas mendalam terhadap murid.
Pengajar perlu menyampaikan ilmu kebaharian secara kreatif untuk memudahkan pemahaman terhadap anak didik. Tentunya, hal itu dibutuhkan buku bahan ajar yang kreatif, inspiratif, simpel, dan disesuaikan dengan kemampuan berpikir anak didik. Yang terpenting itu membuka persepsi dulu adapun penguasaan tentang teori dan teknologi dapat dilaksanakan setelah proses pembentukan persepsi dilaksanakan.
Yayasan Hang Tuah mempunyai cita-cita yang mulia, yakni membentuk jiwa bahari dan memperkenalkan potensi maritim Indonesia kepada anak didik, calon generasi penerus bangsa, yaitu dengan pendekatan pendidikan, dimulai dari jenjang TK/Playgroup, SD, SMP, dan SMA. Sebuah cita-cita yang mulia dan impelementasi yang nyata yang sepatutnya mendapat dukungan dari seluruh komponen bangsa Indonesia sebagai investasi dan memberikan optimisme bahwa di masa depan kejayaan bahari nusantara akan dapat kembali direngkuh oleh negeri kita Indonesia.

Jakarta, 30 Juni 2015



Penulis:
Dudi Akasyah
Guru SMK Pelayaran Jakarta Raya
HP 085-222-777-235
Alamat Rumah:
Vila Gading Indah Blok A2 no.8,
Jl. Boulevard Gading Raya,
Kelapa Gading Barat 



[1] Laksda TNI (Purn) Sugiono SE, Pendidikan Misi Maritim, Handbook ,Yayasan Hang Tuah Tahun 2014
[2] i b i d
[3] i b i d
[4] i b i d
[5] i b i d
[6] i b i d
[7] i b i d
[8] Muhammad Rosyid, MPd, Kebudayaan dan Pendidikan, Cet. 1, Yogyakarta: Idea Press Yogyakarta, 2009. Hlm 125
[9] Morgan, Introduction to Psychology, 1978
[10] Prof. Dr. Made Pidarta, Landasan Kependidikan, Jakarta: PT Rineka Cipta, t.t.hlm. 11
[11] Hasbullah, Dasar-Dasar Ilmu Pendidikan, Edisi Revisi 5, Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2006. Hlm 47.
[12] Laksda TNI (Purn) Sugiono SE. op.cit.